CONTOH PAMFLET DONOR DARAH



















0 komentar:

CONTOH LEAFLET TUBERCULOSIS



0 komentar:

PLANNED BEHAVIOR THEORY

TUGAS TERSTRUKTUR
MATA KULIAH PERILAKU KESEHATAN
TEORI TINDAKAN YANG DIRENCANAKAN (PLANNED BEHAVIOR THEORY)






Disusun oleh:
Kelompok 4, Kelas  A

Rafif Elno Fauzan                I1A015028
Sasmita Dwi Ramadhani      I1A015055
Nurma Kurniawati               I1A015057
Riyan Istiqomah                    I1A015059
Sekar Ratri Aningdyah        I1A015062
Linda Rossita Wanti             I1A015073
Tri Kurniawati                      I1A015085
Pradina Mutia Abdilla          I1A015088
Nur Fauzan Azhima             I1A015093


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2017
A.    Sejarah
Theory of planned behavior merupakan teori yang dikembangkan oleh Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen. Fokus utama dari teori planned behavior ini  sama  seperti  reason action theory yaitu  intensi  individu  untuk  melakukan perilaku tertentu. Intensi dianggap dapat melihat faktor-faktor motivasi yang mempengaruhi perilaku. Intensi merupakan indikasi seberapa keras orang mau berusaha untuk mencoba dan berapa besar usaha yang akan dikeluarkan individu untuk melakukan suatu perilaku.
Reason action theory mengatakan ada dua faktor penentu intensi yaitu sikap pribadi dan norma subjektif. Sikap merupakan evaluasi positif atau negatif individu terhadap perilaku tertentu. Sedangkan norma subjektif adalah persepsi seseorang terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu. Namun Ajzen berpendapat bahwa reason action theory belum dapat menjelaskan tingkah laku yang tidak sepenuhnya berada di bawah kontrol seseorang. Karena itu dalam theory of planned behavior Ajzen menambahkan satu faktor yang menentukan intensi yaitu perceived behavioral control. Perceived behavioral control merupakan persepsi individu terhadap kontrol yang dimilikinya sehubungan dengan perilaku tertentu (Ajzen, 2005). Faktor ini menurut Ajzen mengacu pada persepsi  individu  mengenai  mudah  atau  sulitnya  memunculkan  tingkah  laku tertentu dan diasumsikan merupakan refleksi dari pengalaman masa lalu dan juga hambatan yang diantisipasi. Menurut Ajzen (2005) ketiga faktor ini yaitu sikap, norma  subjektif,  dan  perceived  behavioral  control  dapat  memprediksi  intensi individu dalam melakukan perilaku tertentu.

B.     Definisi dan Komponen
Theory of planned behavior adalah teori yang menekankan pada rasionalitas dari tingkah laku manusia juga pada keyakinan bahwa target tingkah laku berada di bawah kontrol kesadaran individu.  Perilaku tidak hanya bergantung  pada intensi seseorang, melainkan juga pada faktor lain yang tidak ada dibawah kontrol dari individu, misalnya ketersediaan sumber dan kesempatan untuk menampilkan tingkah laku tersebut (Ajzen, 2005).
Komponen Theory of Planned Behavior
Gambar 1. Theory of Planned Behavior Model
Beberapa komponen dalam teori ini berdasarkan skema di atas yaitu:
1.      Behavioral belief yang memengaruhi attitude toward behavior. Behavioral belief adalah hal-hal yang diyakini individu mengenai sebuah perilaku dari segi positif dan negatif  atau kecenderungan untuk bereaksi secara afektif terhadap suatu perilaku. Sedangkan attitude toward behavior  yaitu sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut.
2.      Normative belief yang memengaruhi subjective normsNormative belief adalah norma yang dibentuk orang-orang di sekitar individu yang akan berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Sedangkan subjective norms didefinisikan sebagai adanya persepsi individu terhadap tekanan sosial yang ada untuk menunjukkan atau tidak suatu perilaku. Subjective norms ini identik dengan belief dari seseorang tentang reaksi atau pendapat orang lain atau kelompok lain tentang apakah individu perlu, harus, atau tidak boleh melakukan suatu perilaku, dan memotivasi individu untuk mengikuti pendapat orang lain tersebut (Michener, Delamater, & Myers, 2004).
3.      Control belief yang memengaruhi perceived behavior controlControl belief adalah pengalaman pribadi, atau orang di sekitar akan mempengaruhi pengambilan keputusan individu. Perceived behavioral control adalah keyakinan bahwa individu pernah melaksanakan atau tidak pernah melaksanakan perilaku tertentu. Percieved behavior control juga diartikan persepsi individu mengenai kontrol yang dimiliki individu tersebut sehubungan dengan tingkah laku tertentu (Ismail dan Zain, 2008).

C.    Kelebihan dan Kelemahan Theory of Planned Behavior
1.      Kelebihan
a)      Teori ini dapat memberi pegangan untuk menganalisa komponen perilaku dalam item yang operasional. Hal ini memudahkan berbagai tipe pencegahan yang dapat dipertimbangkan. Sasaran teori ini adalah prediksi perilaku yang dapat diamati secara langsung dan dibawah kendali seseorang.
b)      Teori ini juga relative mudah diaplikasikan pada pengggunaan substansi tertentu seperti rokok, narkoba, alcohol, perilaku makan, penggunaan kondon, dan lain sebagainya.
2.      Kelemahan
a)      Teori ini masih relatif baru dan kurang banyak digunakan dan kurang banyak dikenal.
b)      Selain itu pemanfaatan teori ini membutuhkan bantuan atau control dari orang lain. Orang lain sangat berpengaruh terhadap komponen teori ini.

D.    Aplikasi Penerapan Theory of Planned Behavior
Penelitian sebelumnya menggunakan teori ini dalam mengetahui ada tidaknya pengaruh hubungan independen antara indentitas diri individu dengan niatan atau rencana berperilaku. Hal ini dilakukan karena keragu-raguan terhadap pengaruh sikap individu dalam konsumsi sayuran organik yang dihasilkan negara. Hal ini berart intensi dan perilaku yang diteliti adalah konsumsi sayuran organik.
a)      Attitude Toward Behavior
Masyarakat United States bereaksi terhadap sayuran organik. Sayuran organik dianggap solusi akan kekhawatiran penggunaan nitrogen sintetis yang telah meningkat enam kali lipat dan produksi pestisida telah meningkat sekitar dua puluh kali.
b)     Subjective Norms
Banyak orang bersedia membayar premi besar untuk makanan yang diproduksi secara organik seperti buah organik yang dihasilkan dan vegetasi khusus. Saat ini diperkirakan perintah harga premium semakin mengingkat. Banyaknya orang yang melakukan hal tersebut turut memengaruhi keputusan individu dalam masyarakat tersebut untuk turut membayar tinggi demi konsumsi sayuran organik.
c)      Perceived Behavioral Control
Pengalaman individu dalam konsumsi sayuran organik terjadi sejak akhir perang dunia II di United States. Hal ini membuat waspada individu dan memutuskan mengkonsumsi yang aman.
Dewasa ini, teori ini juga dapat diterapkan untuk beberapa perilaku sehat lainnya, seperti pencegahan perilaku merokok. Komponen attitude toward behavior dari pencegahan perilaku merokok adalah membuat perokok percaya akan hal postitif dan negatif dari merokok sehingga ia memiliki kecenderungan untuk  sadar akan konsekuensi merokok. Komponen subjective norms adalah orang-orang di sekitar perokok yang diminta atau dibuat untuk mendukung perokok berhenti merokok; perokok juga distimulasi agar menginternalisasi bahwa ia harus berhenti merokok. Lalu, komponen   perceived behavioral control adalah penggalian pengalaman buruk akibat merokok serta mendukung perokok agar mengontrol perilaku merokoknya.
E.     Telaah Jurnal
1.      Identitas Jurnal
Nama penulis   : Siswoyo
Judul Jurnal     : Pengaruh Psikoedukasi Terhadap Pengetahuan, Intensi dan Sick Role Behavior pada Pasien Katarak dengan Pendekatan Model Theory of Planned Behaviour Ajzen
Penerbit           : Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember
Edisi                : Vol. 3 No. 2, November 2015
Halaman          : 198-210
2.      Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pengaruh psikoedukasi terhadap sick role behaviour pada pasien katarak.
3.      Metode
Desain penelitian yang digunakan adalah Quasy Experiment dengan rancangan pre-post test control group design. Populasi adalah pasien katarak Desa Kencong, wilayah kerja Puskesmas Kencong. Instrumen yang digunakan:
a.       Kuesioner A untuk mengumpulkan data demografi meliputi kode responden, usia, pendidikan, dan pekerjaan.
b.      Kuesioner B untuk mengukur pengetahuan pasien tentang katarak. Terdapat 20 pernyataan benar dan salah. Skor tertinggi bernilai 18.
c.       Kuesioner C untuk mengukur intensi pasien katarak melakukan sick role behaviour yang konstruktif. Terdapat 20 pernyataan setuju dan tidak setuju. Skor tertinggi bernilai 20.
d.      Kuesioner D untuk mengukur upaya merespon indikasi penyakit katarak. Terdapat 6 pernyataan setuju dan tidak setuju. Skor tertinggi bernilai 6.
e.       Kuesioner E untuk mengukur tindakan memantau kondisi internal akibat penyakit katarak. Terdapat 6 pernyataan setuju dan tidak setuju. Skor tertinggi bernilai 6.
f.       Kuesioner F untuk mengukur tindakan perbaikan dan memanfaatkan berbagai sumber perawatan medis. Terdapat 9 pernyataan setuju dan tidak setuju. Skor tertinggi bernilai 9.
4.      Variabel
a.    Variabel independen adalah psikoedukasi
b.    Variabel dependen adalah intensi dan sick role behaviour yang meliputi: upaya merespon indikasi penyakit katarak, tindakan memantau kondisi internal akibat penyakit katarak, dan tindakan perbaikan dan memanfaatkan berbagai sumber perawatan medis.
Pembahasan variabel di dalam jurnal:
1)      Variabel Independen
a.       Pengaruh psikoedukasi terhadap pengetahuan pasien katarak
Intervensi psikoterapik dan edukasi dalam penelitian ini difokuskan dalam rangka untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang katarak, meningkatkan penerimaan pasien terhadap katarak, meningkatkan partisipasi dalam pengobatan katarak, dan mengembangkan coping mecanism pasien katarak dalam menghadapi masalah yang muncul akibat katarak.
b.      Pengaruh psikoedukasi terhadap intensi pasien katarak
Perilaku dilandasi oleh suatu niat (intention), artinya bahwa sikap dan perilaku dapat diubah dengan memodifikasi sistem keyakinan dominan yang mendasarinya (underlying belief systems, modal salient belief), yang dimaksud dengan “modal belief” dalam hal ini adalah keyakinan-keyakinan yang kuat untuk memunculkan niat untuk mengubah perilaku pasien. Psikoedukasi meningkatkan intensi pasien katarak untuk berperilaku peran sakit yang diharapkan.
c.       Pengaruh psikoedukasi terhadap perilaku peran sakit pasien katarak dalam merespon indikasi penyakit katarak
Psikoedukasi meningkatkan secara bermakna perilaku peran sakit pasien katarak dalam merespon indikasi penyakit katarak. Psikoedukasi dilakukan agar pasien-pasien yang masih katarak immatur dapat berperilaku peran sakit yang diharapkan dan memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada pasien agar mau memperhatikan penyakitnya agar tidak terlambat penanganannya.
d.      Pengaruh psikoedukasi terhadap perilaku peran sakit pasien katarak dalam memantau kondisi internal akibat penyakit katarak
Perilaku peran sakit pasien katarak dalam memantau kondisi internal akibat penyakit katarak adalah upaya yang dilakukan pasien katarak untuk selalu memperhatikan perkembangan kataraknya dan selalu menjaga kesehatan fisiknya secara umum agar tidak semakin parah kataraknya. Untuk melakukan upaya ini pasien diharapkan selalu melakukan kontrol kataraknya ke dokter mata untuk melihat sejauh mana perkembangan kataraknya dan untuk mengetahui kemungkinan ada penyakit lain yang berkaitan dengan kataraknya.
e.       Pengaruh psikoedukasi terhadap perilaku peran sakit pasien katarak melakukan tindakan perbaikan dan memanfaatkan berbagai sumber perawatan medis
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa psikoedukasi mampu meningkatkan perilaku peran sakit pasien katarak dalam melakukan tindakan perbaikan dan memanfaatkan berbagai sumber perawatan medis.
f.        Pengaruh psikoedukasi terhadap sick role behaviour pada pasien katarak
Secara khusus definisi perilaku peran sakit juga dapat berlaku pada pasien katarak. Sehingga definisi perilaku peran sakit pada pasien katarak adalah suatu cara yang berbeda-beda yang dilakukan pasien katarak dalam melakukan:
1)      Upaya merespon indikasi penyakit katarak.
2)      Tindakan memantau kondisi internal akibat penyakit katarak.
3)      Tindakan perbaikan dan memanfaatkan berbagai sumber perawatan medis.
2)      Variabel Dependen
Variabel ini timbul akibat adanya pengaruh faktor beliefs (behavioural, normative, control). Beliefs dipengaruhi oleh background factor yang meliputi personal (nilai, emosi, kecerdasaan), sosial (umur, jenis kelamin, ras, budaya, pendapatan, dan agama) dan informasi (pengetahuan, pengalaman, media).
5.      Kesimpulan Jurnal
Psikoedukasi dapat meningkatkan: 1) pengetahuan pasien katarak, karena psikoedukasi menambah pemahaman pasien tentang penyakit katarak dan penatalaksanaannya, 2) intensi pasien katarak, karena memperkuat keyakinan pasien katarak untuk melakukan sick role behaviour yang benar, 3) perilaku peran sakit pasien katarak dalam merespon indikasi penyakit katarak, karena pasien diajarkan untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit katarak dan bagaimana melakukan upaya mengatasi tanda dan gejala tersebut, 4) perilaku peran sakit pasien katarak dalam memantau kondisi internal akibat penyakit katarak, karena diberikan pemahaman tentang komplikasi katarak dan pengaruh penyakit kencing manis, darah tinggi dan merokok terhadap katarak, 5) perilaku peran sakit pasien katarak melakukan tindakan perbaikan dan memanfaatkan berbagai sumber perawatan medis, karena diajarkan tentang bagaimana penanganan katarak jika sudah matur, memantapkan hati pasien untuk melakukan operasi katarak dan upaya mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, 6) sick role behaviour pada pasien katarak, karena pasien diajarkan tentang perilaku peran sakit pasien katarak dalam merespon indikasi penyakit katarak, memantau kondisi internal akibat penyakit katarak, dan melakukan tindakan perbaikan dan memanfaatkan berbagai sumber perawatan medis.




DAFTAR PUSTAKA

Ajzen, I. 2005. Attitudes, Personality and Behavior, 2nd Edition. Berkshire, GBR: McGraw-Hill Professional Publishing.
Michener, H., Delamater, Daniel J, John, Myers. 2004. Social Psychologi 5th. United Stated: Thomson Learning, Inc.
Ismail, V. Y., & Zain, E. 2008. Peranan Sikap, Norma Subjektif, dan Perceived Behavioral Control terhadap Intensi Pelajar SLTA untuk Memilih Fakultas Ekonomi. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. 5(3).


0 komentar:

HUMAN ORGANIZATION TECHNOLOGY (HOT) FIT MODEL

TUGAS TERSTRUKTUR SISTEM INFORMASI KESEHATAN
HUMAN ORGANIZATION TECHNOLOGY (HOT) FIT MODEL




Disusun oleh :
Kelompok 4
Kelas A

Desi Fira Rahmawati              I1A015013
Ersylan Suciati Devi               I1A015039
Ika Putri Rimadani                  I1A015045
Nafiah Nuzul F.                      I1A015047
Hanawindra Saraswati            I1A015051
Rakhmaningtyas                     I1A015053
Sasmita Dwi Ramadhani        I1A015055
Nurma Kurniawati                  I1A015057


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU - ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
 2017

Human Organization Technology (HOT) Fit Model ini dikemukakan oleh Yusof M.M., Paul RJ dan Stregioulas, L. K (2006), dasar pemikiran model ini berasal dari model evaluasi sistem informasi DeLone McLean (2003) (Kardha, 2012). Yusof (2006), mengemukakan model evaluasi ini memperjelas semua komponen yang terdapat dalam sistem informasi itu sendiri. Model ini terdapat tiga komponen penting dan mendasar yang mempengaruhi keberhasilan dalam adopsi sistem informasi. Tiga komponen dasar tersebut meliputi Proses Bisnis Organisasi (Bussiness process), Manusia (People) dan Teknologi Informasi (Information Technology) atau secara umum dapat disebutkan bahwa komponen Manusia (Human), Organisasi (Organization) dan Teknologi (Technology) adalah komponen-kompoenen penting dalam keberhasilan penerapan Sistem Informasi.
1. Komponen Manusia (Human)
Komponen manusia menilai sistem informasi dari sisi penggunaan sistem (system use) pada frekwensi dan luasnya fungsi dan penyelidikan sistem informasi. System use juga berhubungan dengan siapa yang menggunakan (who use it), tingkat penggunanya (level of user), pelatihan, pengetahuan, harapan dan sikap menerima (acceptance) atau menolak (resistance) sistem.
Komponen ini juga menilai sistem dari aspek kepuasan pengguna (user satisfaction). Kepuasan pengguna adalah keseluruhan evaluasi dari pengalaman pengguna dalam menggunakan sistem informasi dan dampak potensial dari sistem informasi. User satisfaction dapat dihubungkan dengan persepsi manfaat (usefulness) dan sikap pengguna terhadap sistem informasi yang dipengaruhi oleh karakteristik personal.
2. Komponen Organisasi (Organization)
Organisasi (Organization) yang menilai sebuah sistem dari aspek struktur organisasi dan lingkungan organisasi. Struktur organisasi terdiri dari tipe, kultur, politik, hierarki, perencanaan dan pengendalian sistem, strategi, manajemen dan komunikasi. Kepemimpinan, dukungan dari top manajemen dan dukungan staf merupakan bagian yang penting dalam mengukur keberhasilan sistem. Sedangkan lingkungan organisasi terdiri dari sumber pembiayaan, pemerintahan, politik, kompetisi, hubungan interorganisasional dan komunikasi.
3. Komponen Teknologi (Technology)
Komponen teknologi terdiri dari kualitas sistem (system quality), kualitas informasi (information quality) dan kualitas layanan (service quality). Kualitas sistem dalam sistem informasi menyangkut keterkaitan fitur dalam sistem termasuk performa sistem dan user interface. Kemudahan penggunaan (ease of use), kemudahan untuk dipelajari (ease of learning), response time, usefulness, ketersediaan, fleksibilitas, dan sekuritas merupakan variabel atau faktor yang dapat dinilai dari kualitas sistem. Kualitas informasi berfokus pada informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi termasuk rekam medis pasien, laporan dan peresepan. Kriteria yang dapat digunakan untuk menilai kualitas informasi antara lain adalah kelengkapan, keakuratan, ketepatan waktu, ketersediaan, relevansi, konsistensi, dan data entry. Sedangkan kualitas layanan berfokus pada keseluruhan dukungan yang diterima oleh service provider sistem atau teknologi. Service quality dapat dinilai dengan kecepatan respon, jaminan, empati dan tindak lanjut layanan (Yusof et al., 2006).
Menurut Poulan, dkk (2014), kerangka kerja HOT Fit Model mencakup:
1.      Faktor Organisasi.
2.      Faktor kesesuaian antara manusia, organisasi, dan teknologi.
3.      Hubungan dua arah antara dimensi berikut ini: kualitas informasi dan penggunaan sistem, kualitas informasi dan kepuasan pengguna.
Ketiga faktor ini,  berhubungan dengan tujuh dimensi kesuksesan sistem informasi yaitu Sistem Quality, Information Quality, Service Quality, System Use, User Satisfaction, dan Net Benefit. Dimensi-dimensi ini mempengaruhi satu dengan yang lain seperti berikut ini:
a.       System Quality, Information Quality, Service Quality secara bersama-sama cenderung mempengaruhi System Use dan User Satisfaction.
b.      System Use dan Information Quality dapat saling mempengaruhi atau memiliki hubungan timbal balik satu sama lain.
c.       System Use dan User Satisfaction dapat mempengaruhi degree of User Satisfaction.
d.      System Use dan User Satisfaction secara langsung memberikan pengaruh dan hubungan timbal balik terhadap Net Benefit.

DAFTAR PUSTAKA

Kardha, Fransisca. 2012. Metode Evaluasi yang sesuai bagi Sistem Informasi Pendidikan (E-Learning) di Indonesia. Proceedings Konferensi Nasional Sistem Informasi. pp. 1266-1271.
Yusof M.M., Paul R. J., Stergioulas L. K. (2006) Towards a Framework for Health Information System Evaluation. Proceeding of the 39th Hawaii International Conference on System Sciences, UK.

Poluan, Frincy. Arie Lumenta dan Alicia Sinsuw. 2014. “Evaluasi Implementasi Sistem E-Learning Menggunakan Model Evaluasi Hot Fit Studi Kasus Universitas Sam Ratulangi”. E-journal Teknik Informatika. Vol. 4(2):1-6 ISSN: 2301-8364. 

0 komentar: