Cerpen Peringatan HUT 53 Tahun BPJS Kesehatan


JAKESPAY DAN METODE PAKET PEMBAYARAN ANTI LUPA

“Ih kok koneksinya terputus si, pasti paket datanya abis. Mba, tolong dong isi ulang paket data ponselku.” rengek adekku.

“Kamu pilih sendiri lah paket datanya mau yang mana, Mba isi ulang e-wallet punyamu.”

“Mbaaa, udah tanggal tiga nih, sekalian bayar tagihan BPJS Kesehatan ya, nanti kalau mundur-mundur tanggal bayarnya malah lupa. Ibu belum sempet ke bank buat daftar autodebet soalnya.”

“Untung Ibu inget ya, kadang Mba kira bulan ini udah bayar ternyata belum. Dek, udah ada notifikasi saldo masuk belum?”

“Udah nih, makasih ya Mba.”

“Bu, coba cek mobile JKN nya, status kepesertaannya udah aktif belum ya? Tadi Mba udah bayar tagihannya.”

“Ada notifikasinya ngga si Mba?”

“Mmm.. betul juga ya Bu.”

“Apanya yang betul?”

“Kalau ada notifikasi pembayaran premi masuk otomatis kan kita lebih yakin apakah transaksi udah berhasil atau belum ya? Coba ibu klik fitur riwayat pembayaran terus ke fitur peserta.” pintaku.

“Iya Mba, ini udah ada riwayat pembayaran hari ini. Status kepesertaan juga udah aktif. Setuju Mba, kalau ada notifikasi otomatis Ibu juga makin nyaman pakai mobile JKN.” ujar Ibu.

Betul juga kata Ibu. Pesan lambung atau notifikasi yang berisi informasi pembayaran premi mungkin diperlukan untuk lebih meningkatkan kepuasan peserta JKN. Atau notifikasi pengingat untuk kewajiban membayar yang dikirimkan setiap awal bulan bagi peserta mandiri.

“Assalamualaikum Bu Mina.” terdengar suara tetangga dari luar.

“Eh iya Waalaikumsalam Bu, silakan duduk.” sahut Ibu, aku turut menyambut tamu duduk di sebelah Ibu.

“Begini Bu, mau bertanya. Saudara saya tadi mau berobat tapi kata petugas puskesmasnya status kepesertaan BPJS Kesehatan Saudara saya non aktif. Mau minta tolong dicek kenapa ngga aktif ya?” tanya tetanggaku.

Aku bantu cek status kepesertaan identitas KIS yang dibawa tetanggaku melalui mobile JKN. Ternyata dia menunggak tiga bulan.

“Oalah pantas saja, Saudara saya lupa belum bayar mungkin ya. Kalau bayar tagihan itu setiap bulan ya Mba? Ngga bisa bayar langsung paket satu tahun gitu biar ngga lupa bayarnya? Soalnya Saudaraku yang satunya ikut asuransi swasta juga tapi bayar preminya paket setahun.”

“Berapa preminya kalau di asuransi swasta Bu?” tanya Ibuku.

“Berapa ya, tiga jutaan per tahun kayaknya Bu. Kalau swasta beda-beda Bu paket asuransinya.”

“Untuk saat ini pembayaran tagihan BPJS Kesehatan setiap bulan Bu, biar ngga lupa bayar didaftarkan autodebet ke bank saja Bu.” ujarku.

“Jadi begini Mba, Saudaraku sudah didaftarkan autodebet tapi kebetulan saldonya mungkin ngga mencukupi, terus dia lupa ngga ngecek KIS nya masih aktif apa ngga. Baru ketahuan pas lagi mau dipake berobat.”

“Wah lumayan mahal ya Bu, kalau dibandingkan premi BPJS Kesehatan yang masih tergolong terjangkau untuk masyarakat.” sahut Ibu.

Setelah mendapat informasi dan penjelasan, tetanggaku pamit untuk membayar tagihan di minimarket dekat perumahan kami. Kejadian lupa membayar tagihan bagi peserta mandiri mungkin banyak terjadi tidak hanya di daerah kami tinggal. Ibuku saja terkadang lupa, mungkin Ibu-ibu lainnya di penjuru nusantara mengalami hal yang sama.

Bagaimana kalau Ibu bulan ini ingat bayar tapi tiga bulan kemudian Ibu lupa bayar? Bagaimana kalau Ibu-ibu di seluruh Indonesia tergabung dalam grup WhatsApp yang bernama Ibu-ibu pelupa bayar tagihan BPJS. Lalu bagaimana prinsip gotong royong BPJS Kesehatan dengan subsidi silang premi yang sehat membantu yang sakit bisa terus berjalan, kalau Ibu-ibu pelupa bayar terus menambah anggota grup WhatsApp nya?

Aku beranjak menuju kamarku, menikmati me time di hari libur yang tepat tanggal gajianku. Saat muncul notifikasi gajiku telah ditransfer, tubuhku mendarat di pulau kapuk dan dengan semangat berselancar di toko oranye untuk mencuci mata. Jariku mulai aktif klik barang ini itu untuk dimasukkan ke keranjang pembelian.

Setelah mendapat semua barang, aku mengisi ulang saldo ShopPay. Masih terngiang kasus tetanggaku tadi, membuatku berpikir kenapa tidak ada fitur layanan uang elektronik khusus pembayaran premi BPJS Kesehatan seperti ShopPay ya? Walaupun sekarang pembayarannya fleksibel bisa melalui minimarket, kantor pos, ecommerce atau m-banking tapi kalau ada fitur tersebut mungkin bisa menambah pilihan pembayaran, sehingga peserta dapat memilih sesuai kenyamanan mereka. JakesPay mungkin cocok namanya untuk penambahan fitur layanan uang elektronik khusus pembayaran premi bagi peserta mandiri di mobile JKN.

Alih-alih lupa bayar tagihan yang harus dibayarkan setiap bulan, benar juga kata tetanggaku yang menceritakan Saudaranya mendaftar asuransi swasta dengan pembayaran paket per tahun. Mungkin sebagian peserta membutuhkan atau lebih nyaman dengan paket pembayaran jangka waktu tertentu, satu semester atau satu tahun misalnya. Dengan pembayaran paket premi di muka, peserta yang belum terdaftar autodebet mungkin tidak lagi beralasan lupa membayar.

Keesokan harinya, selepas pulang kerja aku melewati depan rumah tetangga yang terpasang bendera warna putih. Sesampainya di rumah aku segera mencari tahu siapa yang meninggal pada Ibu.

“Bu itu siapa yang meninggal?”

“Pak Indra Mba, katanya kena serangan jantung.”

“Innalillahiwainnailaihirojiun. Padahal kemarin aku lihat Pak Indra masih sehat aja lagi nyiramin tanaman depan rumah.”

“Namanya umur Mba, ngga ada yang tahu.”

“Iya yah Bu, kondisi sakit juga ngga terduga kapan waktunya. Untung keluarga kita punya BPJS Kesehatan ya Bu, buat jaga-jaga kalau sakit ngga perlu keluar biaya berobat.”

Beberapa hari kemudian anak Pak Indra mengunjungi rumahku, meminta informasi untuk menonaktifkan kepesertaan BPJS Kesehatan milik Ayahnya.

“Mas ini dicek di mobile JKN ternyata almarhum Bapak bulan ini belum dibayarkan preminya. Kalau mau dinonaktifkan dibayarkan terlebih dulu ya. Nanti kalau sudah, tinggal pelaporan peserta meninggal lewat WhatsApp ya.” terangku.

“Oh iya Mba, terimakasih ya informasinya.”

Setelah anak almarhum Pak Indra pulang, aku kembali berbincang dengan Ibu.

“Bu, tuh kan lupa bayar iuran memang udah jadi penyakit akut ya Bu hehehe.”

“Bener juga ya Mba. Adakalanya peserta lupa bayar iuran, terus bayarnya kalau mau dibutuhkan saja. Pas mau dipakai, ternyata non aktif. Dicek tunggakannya, kaget nominal yang tertunggak bisa jadi menumpuk banyak.”

“Ibu masih inget ngga waktu tetangga yang cerita mendaftar asuransi swasta bayarnya jutaan sekian paket per tahun?” sahutku dengan semangat.

“Iya Mba, kenapa memangnya?”

“Coba kalau pendapat Ibu bagaimana keunggulan asuransi swasta dibandingkan dengan BPJS Kesehatan.”

“Kalau dibandingkan dengan asuransi swasta, ada untungnya juga ya Mba. Misalnya Ibu bayar tagihan BPJS Kesehatan paket satu tahun, kedepannya Ibu jadi ngga lupa bulan ini atau bulan depan udah bayar tagihan belum. Tapi Mba, bagaimana kalau sudah bayar paket premi satu tahun tapi umur kan ngga ada yang tahu, apakah saldonya akan ada cashback?” sontak Ibu tertawa.

“Ya bisa saja Bu, kalau anggota keluarganya sudah melakukan pelaporan peserta yang meninggal, otomatis sisa bulan paket premi yang sudah dibayarkan dikembalikan sebagai saldo JakesPay paling lambat 3x24 jam mungkin. Seperti di ShopPay bila pembelian barangnya ada kesalahan kan ada fitur pengembalian dana.”

“Apa itu JakesPay Mba?”

“Mmm.. nama fitur pembayaran uang elektronik khusus untuk bayar premi BPJS Kesehatan Bu. Tapi masih dalam kahayalanku, hehe.” lalu kami tertawa.

Seperti biasanya, kami sepakat untuk mengesahkan kebijakan baru di negara khayalan kami. Akan dikembangkan fitur JakesPay untuk menambah pilihan pembayaran bagi peserta mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yang belum terdaftar autodebet. Selain itu, sebagai upaya pemberantasan penyakit akut lupa, peserta juga bisa membayar paket premi jangka waktu tertentu, ada dua pilihan yaitu satu semester (enam bulan) maupun satu tahun. Sebagai tambahan, pesan lambung atau notifikasi terkait transaksi pembayaran yang berhasil disetor maupun notifikasi pengigat pembayaran rutin setiap awal bulan akan diluncurkan. Dengan demikian setiap keluarga status kepesertaannya selalu aktif dan roda pelayanan BPJS Kesehatan bisa berjalan dengan baik.

0 komentar:

Cerpen Peringatan HUT 53 Tahun BPJS Kesehatan

 

MEGA
MEDICAL CLOUD TERINSPIRASI AWAN DI LANGIT

Keseharianku bekerja di rumah sakit, membuatku lebih bersyukur pada apa yang terjadi setiap harinya, terutama kesehatan. Bisa membantu banyak orang untuk pulih dari rasa sakitnya dan bisa berkumpul dengan keluarga di rumah sudah layaknya hidup sempurna.

“Ibu, tadi Mega diajak main sama anak kecil yang habis kontrol rawat jalan. Di taman rumah sakit dia lihat burung kecil lagi minum dekat kolam, dia cerita kalau ayahnya seperti burung kecil itu yang terbang jauh dan pulangnya tak menentu. Lalu Ibunya menghampiri kami, yang kayanya mendengar obrolan kami tadi. Beliau membopong anaknya sambil bilang, yang penting anak Mama sehat, Papa di sana juga sehat ya.”

“Oh, memangnya profesi Papanya apa? Mamanya hebat sekali bisa menjaga keluarganya tanpa suami di sisinya.”

“Pilot Bu, kayanya anak itu lagi kangen banget sama Papanya. Dia tanya ke Mamanya, kalau adek sakit kan ada Mama yang njagain di rumah sakit, kalo Papa sakit yang njagain siapa?”

Obrolan kami pada sabtu sore ini dilanjutkan dengan cerita Ibu saat melahirkanku. Ibu bersalin secara normal, tapi yang tidak normal cara membayar biaya persalinannya. Bapak Ibu kewalahan pinjam sana sini untuk membayar biaya kelahiranku. Setelah terkumpul dana kepepet tadi, Bapak kaget uangnya masih saja kurang, sampai akhirnya bapak berhutang ke bidan yang bantu proses kelahiranku.

Aku menyimak cerita Ibu sambil menyayangkan kenapa dulu tidak ada jaminan kesehatan yang bisa membantu meringankan biaya pelayanan kesehatan. Masa iya, semua bidan harus dihutangi oleh Ibu-ibu yang melahirkan, kan kasian.

Kami yang tergolong dari keluarga sederhana pernah mengalami beberapa kali kelimpungan saat membayar biaya berobat di rumah sakit. Pokoknya mahal deh kalau sakit. Mungkin berbeda halnya dengan keluarga anak kecil tadi.

“Bu tapi Mega jadi kepikiran, kalau Papanya sakit di luar negeri bagaimana ya? Ya mungkin aja untuk Papanya gampang mengakses pelayanan kesehatan, kan uangnya banyak, kalau yang kurang mampu secara finansial bagaimana ya, Bu? Sudah jauh dari keluarga, kan ngga bisa hutang sama bidan juga.” ujarku sambil cekikikan. 

“Kalau kita kan sudah aman ya Mba ada Kartu Indonesia Sehat di sini, tapi apakah mungkin kalau KIS ini bisa digunakan di luar negeri ya?”

“Bu kalau sekarang zaman teknologi sudah semakin canggih, kartu ATM saja bisa digunakan di luar negeri, mungkin negara kita bisa mencontoh negara Taiwan, Bu. Dari yang Mba baca, peserta dari sistem jaminan kesehatan nasional di sana punya IC Card yang bisa mengakses lebih dari 18.000 fasilitas kesehatan yang terkontrak di seluruh negara, hebat ya.”

“Wah, kalau begitu Papanya anak kecil itu pun bisa gampang akses pelayanan kesehatan ke manapun dia terbang ya. Kalau berkaca dari ATM, nanti ada versi KIS silver atau gold ya Mba?”

“Maksud Ibu bagaimana?”

“Kalau KIS yang sekarang kan dibedakan berdasarkan kelas rawat inap, nanti kalau KIS sudah bisa digunakan di negara lain pakainya yang gold, yang silver cuma bisa buat akses dalam negeri.”

“Ibu menteri kesehatan negara mana si Bu hahaha.” kami berdua tertawa memikirkan negara khayalan yang ada di pikiran kami.

Teleponku berdering, seketika menghentikan obrolan kami. Ternyata dari rekan sejawat yang memintaku mengirimkan laporan rekam medis pasien. Setelah menutup telepon, aku segera membuka laptop dan mengirimkan apa yang rekanku minta. Sambil menunggu proses pengiriman data, aku sesekali melihat langit sore dari jendela kamar. Hari ini langit cerah, dan ada sedikit awan.

Aku melamun.

Awan, cloud. Mungkin ngga ya, aku masih hidup di zaman teknologi yang canggihnya semakin luar biasa dapat memudahkan seluruh aspek kehidupan. Seperti sidik jari manusia, punya ciri khas masing-masing yang membedakannya dengan manusia lainnya. Apakah setiap pasien bisa memiliki chip untuk mengakses data riwayat perjalanan penyakit yang melekat pada dirinya dari penyimpanan cloud. Dengan begitu, pasien atau tenaga medis di manapun tempat ia berobat bisa dengan mudah memeriksa catatan medis kapan pun dan di mana pun. Informasi medis dari sejak ia lahir bisa disimpan dan digunakan untuk mengetahui diagnosa sebelumnya atau terapi lanjutan yang akan dijalani. Selain kemudahan akses, digitalisasi melalui penyimpanan awan mungkin juga bisa menghemat sumber daya medis dan meningkatkan ketepatan perawatan bagi pasien, apalagi untuk pasien dengan pengobatan jangka waktu yang lama. MY MEDICAL JOURNEY sepertinya cocok namanya.

“Mba?”

“Eh iya Pa? Kenapa?”

“Mba ngga denger tadi Papa minta tolong apa?”

“Minta tolong apa Pa?”

“Itu tetangga minta tolong didaftarin kontrol rawat jalan, habis ngelamunin apa si Mba?”

“Pa, menurut Papa kalau pasien pulang setelah menjalani pengobatan, kesan yang paling diingat dari pelayanan pengobatannya apa ya?”

“Menurut Papa, pasien mulai dari datang sampai pulang itu bisa dijadikan tolok ukur kepuasan pelayanannya. Walaupun sudah memiliki jaminan kesehatan, tapi ada faktor lain juga yang berdampak pada kepuasan pasien. Pertama, akses dia ke pusat pelayanan kesehatan, apakah jauh dari rumah yang bersinggungan dengan keadaan finansial mereka. Lalu pendaftaran, pasien sudah datang dengan rasa sakit, kalau misalnya sulit mendaftar atau nunggu terlalu lama di tempat pendaftaran mungkin ngga nyaman. Lalu fasilitas dan sikap tenaga kesehatan juga pasti mendorong kepuasan pelayanan bagi mereka.”

Hari demi hari berlalu, rutinitasku melayani pasien sampai rasanya setengah hidupku ada di rumah sakit. Hiruk pikuk rumah sakit, melayani berbagai macam tipe pasien yang memiliki keunikannya masing-masing menjadi tantangan tersendiri bagi kami para tenaga kesehatan, apalagi di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Namun sebaliknya, ada peluang untuk terus berbenah dalam melayani pasien agar pasien maupun kami selamat.

Menjaga jarak sudah digaungkan di sana-sini, agar penularan Covid-19 dapat dicegah dengan menjalankan protokol kesehatan yang ditetapkan. Ruang tunggu antrian pun kini diberi jarak, kontak pasien dibatasi bahkan sebagian pelayanan dialihkan dengan konsultasi online.

Saat bersiap-siap mau pulang, temanku mengajak ke minimarket dekat rumah sakit, katanya dia ingin beli biskuit cokelat. Aku mengiyakan ajakannya.

“Mba, bayar pakai kartu debit bisa kan ya?” tanya temanku ke kasir.

“Bisa Mba, pakai scan QR e-wallet juga bisa.”

“Mba kalau aku bayar pakai scan QR e-wallet ya.” pintaku.

Sejak pandemi kami lebih suka menggunakan pembayaran cashless sampai kami tak punya uang tunai sepeserpun. Dompet kami hanya berisi kartu ATM dan beberapa nota belanja.

“Mba tadi kunjungan pasien rajal rekor berapa hari ini?” tanyaku pada Mba Vina.

“Gopek” jawabnya ketus.

“Mba kalau pendaftaran online yang sekarang memang lebih praktis ya dari zaman dulu yang masih fotokopi ini itu. Tapi mungkin ngga ya kedepannya pendaftaran poli tinggal scan QR kayak aku bayar biskuit ini,”

“Setuju banget, pasien harusnya punya satu kartu sakti yang terintegrasi sistem palayanan kesehatan kita ya. Jadi kalau pendaftaran pasien tinggal scan berapa detik secara mandiri, langsung ke poli jadi aku ngga perlu verifikasi berkas atau cek data lagi. Ya mungkin kerjaanku nanti tinggal mengarahkan pasien yang butuh informasi atau ada kendala ya” nada bicara Mba Vina mendadak berubah menjadi cekikikan.

Saat keluar minimarket aku dan Mba Vina melihat sepasang lansia yang sedang menyeberang jalan dari arah rumah sakit, nampaknya mereka salah satu pasien dari rumah sakit kami. Isi kepala lansia tersebut mungkin berbeda dengan isi kepala kami yang masih muda. Bagi mereka menikmati masa tua dengan kondisi sehat menjadi anugerah yang patut disyukuri, namun apakah mereka mampu memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada?

Pada akhirnya aku menyadari kemajuan teknologi memiliki kelebihan dan kekurangan. Di negara berkembang seperti Indonesia ini, kemajuan teknologi mungkin baru dapat dinikmati oleh sebagian penduduk, sebagiannya lagi masih terbata-bata. Namun kemajuan teknologi juga menjadi peluang bagi manusia untuk dapat menjalani kehidupan yang lebih baik dan serba mudah. Capaian sistem jaminan kesehatan nasional yang ada saat ini sudah merupakan pencapaian, sekaligus perjalanan panjang yang masih perlu dikembangkan.

0 komentar: