ISU PERMASALAHAN KESEHATAN LINGKUNGAN

TUGAS TERSTRUKTUR
DASAR KESEHATAN LINGKUNGAN
ISU PERMASALAHAN KESEHATAN LINGKUNGAN















Disusun oleh:
Sasmita Dwi Ramadhani
NIM: I1A015055
Kelas: A




KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
2016
A.    AIR MINUM
1.      Permasalahan
           Di Purwokerto Selatan terdapat 2 dari 20 Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) yang hasil Kelas Kualitas Air Minum Bakteriologisnya yaitu jumlah total Coliform masih Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Di Wilayah Kerja Puskesmas Purwokerto Selatan juga terdapat 1 DAMIU yang hasil Kelas Kualitas Air Minum Bakteriologinya yaitu jumlah total Coliform Memenuhi Syarat (MS), namun DAMIU tersebut belum mempunyai surat ijin dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum kadar maksimum bakteri untuk Coliform adalah 0 (nol), dengan satuan jumlah per 100 ml sampel.
2.      Solusi
a.       Sebaiknya untuk tandon air dilakukan pembersihan minimal satu minggu 3x.
b.      UV dan OZON sebaiknya setiap hari selalu dinyalakan supaya air olahan bisa terjamin kualitas bakteriologisnya.
c.       Bagi DAMIU yang belum memiliki surat ijin dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas sebaiknya segera mengurus surat ijin supaya kondisi darn kualitas air minum selalu terkontrol dengan baik, sehingga masyarakat yang akan mengkonsumsi tidak merasa cemas.
3.      Kritik
Pemilik DAMIU seharusnya menjaga kualitas air yang dihasilkan dengan memastikan tidak ada bakteri coliform dalam air tersebut.
4.      Saran
a.       Pemilik DAMUI harus segera mengatasi masalah adanya bakteri coliform dalam air minum yang dihasilkan oleh DAMUI tersebut.
b.      Bagi tenaga atau penjamah yang mengelola air minum isi ulang pada DAMIU hendaknya memperhatikan dan menerapkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) dan menggunakan APD (masker, celemek) dalam keadaaan bersih dan hanya di pakai saat bekerja.
c.       Bagi petugas Dinas Kesehatan perlu adanya peningkatan pengawasan dan pembinaan kepada pengusaha tentang kegiatan pengolahan air minum pada DAMIU supaya perlindungan terhadap kesehatan konsumen DAMIU lebih terlindungi.
d.      Konsumen DAMUI sebaiknya lebih selektif dalam memilih air minumnya, pastikan membeli dari DAMUI yang telah diakui oleh BPOM aman dikonsumsi.

B.     AIR LIMBAH
1.      Permasalahan
Limbah batik di home industry Sokaraja mengandung 0,344 ppm zat warna Rhodamin B. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 dinyatakan kandungan zat warna memiliki ambang batas yaitu masing-masing 0,1 ppm. Berdasarkan data di atas, kadar Rhodamin B yang melebihi ambang batas akan sangat berpengaruh terhadap lingkungan serta kualitas air dikarenakan limbah cair industri batik Sokaraja langsung dibuang ke perairan tanpa diolah terlebih dahulu.
2.      Solusi
Solusi yang pernah ditawarkan sebelumnya adalah pengolahan limbah cair baik secara kimia, fisika, biologi, maupun kombinasi antara ketiga proses tersebut.
a.       Secara kimia antara lain degradasi warna dengan reaksi oksidasi, reaksi anaerob dan reaksi fotokatalisis.
b.      Secara fisika dengan koagulasi, sedimentasi, adsorpsi menggunakan karbon aktif, silika dan biomaterial. Cara pengolahan limbah dengan cara koagulasi, sedimentasi memiliki efisiensi yang baik dalam pengolahan limbah tetapi juga menimbulkan limbah baru, yaitu flok / koagulan yang tidak dapat digunakan lagi. Penggunaan karbon aktif untuk menghilangkan warna juga memerlukan biaya yang cukup tinggi karena harga karbon aktif relatif mahal. Penggunaan reaksi fotokatalisis membutuhkan biaya yang cukup tinggi karena harga reagen fotokatalisis seperti TiO2 cukup mahal, selain itu diperlukan perlakuan lebih lanjut terhadap TiO2 setelah proses dekolorisasi zat warna selesai.
c.       Pengolahan limbah cair dengan menggunakan proses biologi juga banyak diterapkan untuk mereduksi zat warna limbah cair industri batik. Namun efisiensi penghilangan warna melalui proses biologi ini seringkali tidak memuaskan, karena zat warna mempunyai sifat tahan terhadap degradasi biologi (recalcitrance).
3.      Kritik
Kurangnya pengetahuan pekerja dan pemilik usaha batik dalam mengolah limbah industrinya menyebabkan sungai di sekitarnya menjadi tercemar padahal limbah batik dapat diolah sebelum dibuang. Pekerja dan pemilik usaha tersebut seharusnya mencari cara agar dapat mengolah limbah supaya tidak membahayakan lingkungan di sekitarnya.
4.      Saran
a.       Meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama para pekerja akan bahaya dan dampak limbah terhadap kesehatan serta cara mengatasinya.
b.      Pembangunan IPAL untuk pemecahan masalah limbah batik ini.
c.       Penyuluhan kepada pengusaha industri agar mengetahui dampak negatif dari membuang limbah di sungai.




C.    SAMPAH
1.      Permasalahan
          Sampah di Purwokerto selama lima tahun terakhir ini terus meningkat. Namun disayangkan pengangkutan sampah sampai saat ini baru dapat dilakukan setengah dari volume timbunan. Hal tersebut dikarenakan masih minimnya armada dan petugas. Data yang dihimpun dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota (DCKTRK) Kabupaten Banyumas, baru tersedia 20 armada dan 260 petugas kebersihan untuk membersihkan ribuan meter kubik sampah dalam sehari. Volume sampah dari tahun ke tahun akan selalu meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Namun Pemkab baru bisa mengangkut setengah dari volume timbunan sampah yang ada di Purwokerto. Selebihnya bisa tercecer dan diambil pemulung atau dibakar masyarakat. Pada 2010 timbunan sampah 615 meter kubik hanya dapat diangkut 315 meter kubik. Pada 2011 tumpukan sampah 635 meter kubik dapat terangkut hanya 315 meter kubik. Di 2012, timbunan sampah meningkat 689,34 meter kubik dan hanya dapat diangkut 333,76 meter kubik.
2.      Solusi
          Terdapat Bank Sampah PAS (Peduli Akan Sampah di Perumahan Arcawinangun, Kota Purwokerto, Kabupaten Banyumas. Bank sampah ini berdiri pada tanggal 27 Desember 2010 dengan dikelola oleh Henry Budi. Ia menjalin kerjasama dengan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKKTR) serta Badan lingkungan Hidup (BLH) Daerah Kabupaten Banyumas. Bank sampah ini  telah memiliki nasabah lebih dari 500 orang/kelompok, namun masih terbatas pada 17 desa/kelurahan. Sampah yang ditampung pada bank sampah ini masih terbatas pada sampah anorganik dengan volume sampah sekitar 48 ton/tahun dengan komposisi 53% sampah plastik, 33% kertas, 10% kaca, dan logam 4%. Omset pertahun mencapai 25 juta. Dengan demikian, bank sampah ini sangat efektif untuk dikembangkan secara lebih luas di Kabupaten Banyumas untuk mengurangi sampah yang diangkut ke TPA. 
3.      Kritik
Program Bank Sampah PAS dapat menjadi contoh untuk wilayah Purwokerto lainnya tidak hanya di daerah Arcawinangun saja. Sehingga masyarakat secara bersama-sama dapat berperan aktif dalam menanggulangi permasalahan akibat sampah.
4.      Saran
b.      Memberdayakan masyarakat Purwokerto agar mau dan mampu mengolah sampah yang dihasilkan melalui pelatihan program Bank Sampah PAS.
c.       Mengadakan penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan lingkungan.
d.      Melakukan advokasi dengan pemerintah daerah Purwokerto mengenai penambahan jumlah armada dan petugas kebersihan setempat.

D.    SANITASI TTU
1.      Permasalahan
Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 1 Februari 2014 di Stasiun Kereta Api Kutoarjo untuk luas bangunan yaitu 10.357,83 m2 terbagi menjadi beberapa bagian yaitu perkantoran, mushola, kantin, peron dan lain-lain. Di Stasiun Kereta Api Kutoarjo terdapat aspek sanitasi yang belum memenuhi syarat yaitu pada pengelolaan sampah yang belum dikelola dengan baik. Walaupun sudah mempunyai Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) untuk pengangkutan sampah sendiri diangkut satu kali satu bulan. Selain itu, limbah yang dihasilkan dari kantin dialirkan melalui pipa tertutup langsung menuju ke sungai tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Untuk penerangan yang berada di tempat parkir menggunakan lampu taman berjumlah satu buah sehingga tempat parkir terlihat tidak terang.
2.      Solusi
Dilakukan perbaikan sarana prasarana di Stasiun Kereta Api Kutoarjo demi kenyamanan pengguna stasiun.
3.      Kritik
Diadakan pemantauan rutin terhadap sarana dan prasarana di Stasiun Kereta Api Kutoarjo, sehingga bila ada kerusakan atau belum tersedianya sarana yang mendukung segera untuk dilakukan perbaikan dan pembenahan.
4.      Saran
a.       Manajemen untuk pengelolaan sampah di stasiun kereta api Kutoarjo perlu diperbaiki dalam hal frekuensi pengangkutan sampah dari TPS ke TPA, yaitu dilakukan 1 kali sehari agar tidak terjadi penumpukan sampah di TPS sehingga tidak dijadikan sarang oleh vektor dan binatang pengganggu.
b.      Diadakan pengolahan limbah kantin sebelum dibuang ke sungai agar tidak mencemari kondisi sungai.
c.       Perlu ditambahkan lampu untuk penerangan halaman depan stasiun dan tempat parkir kendaraan sehingga dapat menghindari adanya kecelakaan ataupun kejahatan.

E.     HYGIENE MAKANAN
1.      Permasalahan
Makanan yang terkontaminasi dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan apabila dikonsumsi (foodborne diseases). Salah satu penyakit yang disebarkan oleh makanan adalah Hepatitis A yang disebabkan virus Hepatitis. Berkaitan dengan penyakit Hepatitis A, Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas telah menetapkan wilayah Kabupaten Banyumas berstatus Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat kasus penyebaran penyakit Hepatitis A yang terjadi pada bulan September 2011 sampai dengan 11 Januari 2012. Penyebaran kasus Hepatitis A tahun 2011 pertama kali dilaporkan terjadi di Asrama Poltekkes Keperawatan Mersi Kecamatan Purwokerto Timur pada minggu ke-3 bulan September 2011 dengan 8 (delapan) orang penderita, kemudian pada bulan berikutnya dilaporkan sudah terjadi kasus di wilayah lain. Berdasarkan Penyelidikan Epidemiologi (PE) yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa kondisi lingkungan di sekitar penderita terutama yang banyak terjadi penularan kasus (Kecamatan Purwokerto Timur) banyak ditemukan pedagang makanan siap saji atau pedagang makanan kaki lima yang kemungkinan dapat menjadi media penularan. Pengetahuan pedagang kaki lima yang masih rendah mengenai hygiene dan sanitasi makanan merupakan faktor risiko terjadinya foodborne diseases. Kontaminasi makanan dapat disebabkan oleh perilaku penjamah makanan (food handlers) yang tidak hygienis, sanitasi tempat dan fasilitas pengelolaan makanan minuman yang belum memenuhi syarat kesehatan serta proses pengelolaan makanan kurang memperhatikan aspek kesehatan dan keamanan makanan.
2.      Solusi
a.       Pemerintah Kabupaten Banyumas telah mengeluarkan kebijakan penataan pedagang makanan kaki lima dengan cara merelokasi pedagang dari 3 lokasi di Kecamatan Purwokerto Timur (Ragasemangsang, Pereng, Jalan Jenderal Soedirman) ke Pusat Kuliner Pratistha Harsa yang diresmikan pada tanggal 9 Juni 2012. Namun, pemerintah daerah belum melaksanakan regulasi kesehatan yang berkaitan dengan keamanan makanan pada pedagang yang sudah direlokasi tersebut. Belum adanya implementasi kebijakan yang berkaitan dengan praktek hygiene sanitasi makanan di Pratistha Harsa menyebabkan paguyuban pedagang yang merupakan community based organization berupaya berperan menerapkan public health regulation, antara lain melakukan penyuluhan kesehatan sendiri kepada pedagang, memantau kebersihan lingkungan dan kebersihan penanganan makanan seperti cara mencuci peralatan, kebersihan tempat mencuci peralatan, membersihkan selokan serta pembuangan sampah dan memasukkan masalah kebersihan dalam anggaran rumah tangga paguyuban.
b.      Vaksinasi secara rutin pada penjamah makanan yang berisiko terkena Hepatitis A dapat mengurangi penularan penyakit bawaan makanan.
3.      Kritik
Pemerintah Kabupaten Banyumas seharusnya mengeluarkan kebijakan penataan pedagang makanan kaki lima dengan cara merelokasi pedagang diikuti dengan regulasi kesehatan yang berkaitan dengan keamanan makanan pada pedagang yang sudah direlokasi tersebut. Sehingga upaya pencegahan agar penyakit Hepatitis A tidak muncul kembali dapat berjalan optimal.
4.      Saran
a.       Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas seharusnya mengkaji lagi masalah penataan pedagang makanan kaki lima dan praktek hygiene sanitasi di pusat kuliner Pratistha Harsa Purwokerto agar tujuan dibangunnya pusat kuliner tersebut dapat tepat sasaran.
b.      Public health regulation yang dibuat oleh paguyuban pedagang yang merupakan community based organization diharapkan dapat diterapkan oleh semua pedagang dan mendorong kesadaran para pedagang tentang pentingnya hygiene makanan.
c.       Konsumen hendaknya selektif dalam membeli makanan dengan melihat hygiene perorangan, sanitasi makanan dan sanitasi lingkungan.




F.     PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)
1.    Permasalahan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat masyarakat Kabupaten Banyumas dapat dilihat dari perilaku cuci tangan pakai sabun (CTPS). Menurut survey EHRA yang dilakukan pada 110 desa/kelurahan atau 4400 Responden diperoleh gambaran CTPS sebagai berikut :
·         96,3% responden tidak mencuci tangan setelah ke toilet.
·         69,6% responden tidak mencuci tangan setelah menceboki anaknya.
·         40,1% responden tidak mencuci tangan setelah buang air besar
·         29,8% responden tidak mencuci tangan sebelum makan
·         28,7% responden tidak mencuci tangan setelah makan
·         74,2% responden tidak mencuci tangan saat akan menyuapi anak.
·         76,3% responden tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan makan anggota keluarga
·         58,5% responden tidak mencuci tangan setelah memegang hewan.
·         74,6% responden tidak mencuci tangan sebelum sholat.
Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa yang menjadi kebiasaan bagi banyak anggota keluarga adalah sebelum dan setelah makan kareana kebiasaan tersebut telah terjadi sejak dulu secara terun temurun.
2.      Solusi
Dinas Kesehatan telah melakukan berbagai upaya agar masyarakat bisa mengetahui, memahami, dan mau melakukan apa yang menjadi kewajiban sebagai warga masyarakat untuk turut serta membangun kesehatan baik individu, sosial dan lingkungan, agar kualitas kesehatan meningkat, sedangkan kegiatanya antara lain :
·         Pelatihan untuk petugas kesehatan
·         Melatih kader kesehatan di kelurahan-kelurahan
·         Memasang spanduk-spanduk / poster-poster himbauan untuk PHBS
·         Membentuk satgas-satgas kesehatan ( Gerdamas dan Gerdusehati )
·         Lomba Lingkungan Sekolah Sehat (LLSS)
3.      Kritik
            Upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas dalam membuat berbagai program PHBS harus didorong dengan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat Banyumas sebagai pelaku utama dalam menumbuhkan kesadaran dalam PHBS. Masyarakat harus paham betul tentang pentingnya PHBS diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
4.      Saran
a.       Memberikan penyuluhan tentang PHBS dengan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan, Puskesmas atau Instansi Pendidikan di Kabupaten Banyumas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya PHBS.
b.      Membiasakan PHBS dari diri sendiri yang nantinya secara tidak langsung dapat memengaruhi keluarga, dan orang lain di sekitar kita untuk menerapkan PHBS.

G.    PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN
1.      Permasalahan
Pemerintah Kabupaten Banyumas Jawa Tengah menetapkan kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah dengue (DBD). Hal itu dilakukan karena jumlah korban yang dilaporkan terus bertambah mencapai tujuh orang dan peningkatan penularan BDB oleh nyamuk Aedes aegypti pembawa virus dengue. Menurut Bupati, keputusan penetapan KLB, karena sudah memenuhi kreteria, secara fisilogis, dianggap sudah memenuhi. Di antaranya, warga yang terserang dan meninggal dunia, jumlahnya dua kali lipat dengan kejadian sama pada tahun sebelumnya. Angka kesakitan / Incidence Rate ( IR ) penderita penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Banyumas pada tahun 2010 sebesar 4.48/10.000 penduduk. Angka IR ini mengalami peningkatan dibanding tahun 2009  sebesar 2,05/10.000 penduduk. Angka kematian / Case Fatality Rate (CFR) pada tahun 2010 adalah 0 (nol). Mengalami penurunan dibanding tahun 2009 sebesar 2,38%.
2.      Solusi
a.       Pemkab dalam waktu beberapa hari akan menggerakkan semua elemen untuk melakukan gerakan massal PSN. Kegiatan PSN dianggap lebih efektif dibanding dengan model pengasapan atau fogging. Pengasapan selain biayanya mahal, hanya membunuh atau mengusir nyamuknya saja.
b.      Terkait biaya berobat pasien yang terkena penyakit tersebut, Bupati menegaskan, sepanjang itu positif terkena DBD, pemkab akan menanggung biaya atau gratis, terutama bagi warga yang kurang mampu.
3.      Kritik
            Pemkab Banyumas harus segera melakukan sosialisasi dan gerakan PSN secara serentak dan berkala di seluruh wilayah Kabupaten Banyumas agar permasalahan penyakit DBD dapat diselesaikan secara tuntas dan cepat.
4.      Saran
a.       Ikut berperan aktif dalam gerakan massal PSN yang diadakan Pemkab Banyumas.
b.      Masyarakat Banyumas dapat secara mandiri mencegah adanya sarang nyamuk di lingkungan sekitar tempat tinggalnya dengan cara 3M yaitu (Menutup, Menguras, Mengubur) terhadap sumber air, dan tempat air yang menggenang.

c.       Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang mengenali gejala penderita penyakit DBD dan pengobatannya, sehingga bila ditemui gejala tersebut penderitanya dapat ditolong dengan cepat. 

0 komentar: