TUGAS PAPER DASAR KESEHATAN REPRODUKSI
PERAN PRIA DALAM KESEHATAN REPRODUKSI
“Partisipasi Kelompok KB Pria dalam
Mewujudkan Keluarga Kecil dan Bahagia di Brebes”
Disusun oleh:
Siti
Istikomah Isnaeni I1A015043
Hanawindra
Saraswati I1A012051
Sasmita
Dwi Ramadhani I1A015055
Tri
Kurniawati I1A015085
Aditya
Pratama Ramadhani I1A015090
Eko
Warni I1A015102
Kelompok 4
Kelas A
KEMENTERIAN RISET,
TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU
KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN
MASYARAKAT
PURWOKERTO
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia
merupakan negara berkembang dengan jumlah peningkatan penduduk yang tinggi.
Hasil sensus menurut publikasi BPS pada bulan Agustus 2010, jumlah penduduk
Indonesia adalah 237.556.363 orang, terdiri atas 119.507.600 laki-laki dan
118.048.783 perempuan dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49% per tahun.
Dari pertumbuhan jumlah penduduk ini akan berimplikasi secara signifikan
terhadap perkembangan ekonomi dan kesejahteraan negara (Sulistyowati, 2011).
Berbagai masalah sosial ekonomi, pendidikan, kerawanan social serta tingkat
kesehatan yang rendah akan mengancam penduduk Indonesia. Jika diimbangi dengan
peningkatan taraf hidup yang memadai, maka kesejahteraan penduduk akan mudah
untuk dicapai (BKKBN, 2009).
Keluarga
Berencana (KB) mempunyai arti penting dalam mewujudkan manusia
Indonesia yang sejahtera di samping program pendidikan dan kesehatan (Suryono,
2008). Di
negara berkembang, pelayanan KB hampir semuanya ditujukan untuk wanita dan
mempunyai perhatian yang kecil pada pria serta masih adanya pertentangan dengan
keyakinan agama.Sebagian besar program KB memberikan perhatian yang sedikit
pada pemahaman peranan pria dalam penggunaan kontrasepsi yang efektif dan
konsisten.Metode kontrasepsi yang membutuhkan keterlibatan pria seperti kondom,
pantang berkala, senggama terputus, dan vasektomi jarang digunakan (Musafaah,
2012).
Secara
Nasional, KB pria kurang diminati. Secara psikologi mengikuti program KB bagi
sebagian besar pria di nilai sebagai tindakan asing dan aneh.Jadi tidak ada
alasan pria untuk ber-KB, akibatnya tak cukup banyak peserta KB pria hingga
saat ini. Sedikitnya peserta pria memang di picu oleh banyak sebab antara lain
rumor medis, agama, budaya, dan biaya, hal utama lainnya adalah kampanye dan
sosialisasi yang minim (BKKBN RI, 2005).
Menurut BKKBN (2000) mengingat dalam penentuan pengambilan keputusan
keluarga sebagian besar masih didominasi suami, maka indikator partisipasi pria
menurut BKKBN tidak hanya sebagai peserta KB saja tetapi juga mendukung istri
dalam penggunaan kontrasepsi, pemberi pelayanan KB (motivator, promotor) dan
merencanakan jumlah anak bersama pasangan (Budisantoso, 2009).
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa definisi Keluarga
Berencana (KB)?
2.
Apa saja jenis-jenis
alat kontrasepsi yang dapat digunakan oleh pria?
3.
Apa penyebab peran pria
dalam ber-KB masih rendah?
4.
Bagaimana meningkatkan
upaya partisipasi pria dalam ber-KB?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Kasus
Brebes, Kompas-Partisipasi pria di Brebes dalam mengikuti program keluarga
berencana (KB) masih rendah. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat
dan masih terbatasnya alat kontrasespi untuk pria. Menurut Syaroni sebagai
Kepala Badan Koordinator Keluarga Berencana Daerah (BKKBD) Brebes, partisipasi
pria dalam mengikuti KB dapat dibedakan menjadi dua, yaitu partisipasi langsung
dan partisipasi tidak langsung. Partisipasi langsung pria merupakan partisipasi
mereka dalam menggunakan alat kontrasepsi. Sementara partisipasi tidak langsung
berupa dukungan suami pada isteri mereka agar mengikuti program KB. Partisipasi
pria di Brebes untuk secara langsung menjadi peserta KB masih rendah dari
263.043 peserta KB, hanya sekitar 4.000 orang atau sekitar 1,5% merupakan
peserta KB pria. Sebanyak 3.035 peserta menggunakan metode vasektomi, sedangkan
sisanya menggunakan kondom. Padahal sesuai target nasional, peserta KB pria
diharapkan mencapai 3%. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya melakukan
sosialisasi kepada masyarakat mengenai metode KB bagi pria. Hal itu sebagai
salah satu cara mewujudkan keluarga kecil yang berkualitas.
Masih
rendahnya kesadaran pria untuk berpatisipasi secara langsung dalam program KB
dipengaruhi oleh beberapa hal. Hingga saat ini, pilihan alat kontrasepsi
pria masih terbatas dua jenis, yaitu kondom dan vasektomi. Vasektomi dapat
dilakukan dengan syarat pasangan suami isteri tersebut sudah tidak menginginkan
anak lagi. Selain itu, masih adanya anggapan yang kurang menguntungkan di
masyarakat mengenai KB bagi pria, seperti kekhawatiran berkurangnya fungsi
seksual dan ketakutan isteri terhadap kesetiaan suami. Sebagian masyarakat juga
masih menganggap bahwa tanggung jawab untuk mengikuti KB merupakan tanggung
jawab isteri saja. Anggapan tersebut salah dan harus dihilangkan. Partisipasi
pria dalam mengikuti KB harus ditingkatkan. Oleh karena itu, pemerintah terus
berusaha memberikan kemudahan bagi pria yang berminat menjadi peserta KB.
Para suami yang berminat menjadi peserta KB akan
dibebaskan dari semua biaya. Petugas KB juga siap menjemput maupun mengantar
mereka menuju puskesmas atau rumah sakit. Hingga saat ini, KB pria dengan cara
vasektomi dapat dilakukan di Puskesmas Larangan Brebes maupun di Rumah Sakit
DKT Pagongan, Kabupaten Tegal. Diharapkan pada tahun 2008 ini akan terjadi
penambahan jumlah peserta KB pria hingga mencapai 1.000 orang. Penambahan
jumlah peserta KB pria di Brebes pada tahun 2007 lalu hanya sekitar 607 orang.
B. Studi Kasus
Keluarga berencana adalah usaha menolong individu atau
pasangan antara lain untuk mencegah terjadinya kelahiran yang tidak dikehendaki
atau sebaliknya bagi pasangan yang menginginkan anak, mengatur interval waktu
kehamilan, mengontrol waktu kelahiran berhubungan dengan usia orang tua,
menentukan jumlah anak dalam keluarga (Anggraini & Martini, 2012).
Menurut Ekarini (2008), Keluarga Berencana adalah upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan
kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan
sejahtera.KB artinya mengatur jumlah anak sesuai kehendak Anda, dan menentukan
sendiri kapan Anda ingin hamil.
Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organisation) adalah
tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk : (1)
mengindari kelahiran yang tidak diinginkan, (2) mendapatkan kelahiran yang
diinginkan, (3) mengatur interval diantara kelahiran, (4) mengontrol waktu saat
kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri, (5) menetukan jumlah anak
dalam keluarga (Hartanto, 2004).
Karakteristik
Kontrasepsi pria:
Sebelum laki laki melakukan kontrasepsi yang pasti,
beberapa hal harus di sadari. Kontrasepsi
harus efektif dan dapat diterima oleh kedua pasangan. Kontrasepsi harus cepat
efektif dan bebas bahaya efek pemakaian. Meteode tersebut menghambat kesuburan
dan akan kembali ke semula tanpa berpengaruh pada keturunan. Kontrasepsi akan
murah dan mudah di dapat (NieschlagandBhere,2001).
Metode bekerja dengan berdasarkan beberapa cara, ada 3 cara yaitu :
1.
Menghalangi transportasi sperma ke dalam saluran
reproduksi wanita.
2.
Mencegah pembentukan sperma
3.
Mencegah matangnya
sperms (Nabi, et all)
Rendahnya
partisipasi pria dalam ber-KB di Kabupaten Brebes dapat disebabkan karena
beberapa hal, antara lain:
1. Kondisi
Lingkungan Sosial Budaya
a. Sebagian
masyarakat di Brebes masih menganggap KB dan Kesehatan Reproduksi serta
kesehatan ibu hamil merupakan urusan perempuan dimana keputusan untuk ber-KB,
pergi periksa kehamilan, imunisasi bayi diserahkan pada kaum perempuan.
Partisipasi pria dalam KB dapat dilakukan dalam bentuk partisipasi langsung
maupun tidak langsung.
b. Kurangnya
dukungan dari kalangan toma dan toga tentang KB pria, yang seharusnya menjadi
contoh bagi masyarakat setempat. Terkait dengan budaya masyarakat yang
partriarkhat dan rendahnya pengetahuan tentang pentingnya partisipasi pria dan
kesetaraan dan keadilan gender.
c. Komitmen
politis dalam Program KB dan Kesehatan Reproduksi masih tertuju kepada perempuan/istri,
sementara pria/suami masih belum tersentuh.
d. Sebagian
besar ibu/istri tidak mendukung dan merasa khawatir bila suaminya berkontrasepsi
dengan alasan kasihan karena suami mencari nafkah, merasa khawatir suami
nyeleweng, takut adanya efek samping
terutama penurunan libido. Adanya
anggapan yang kurang menguntungkan di masyarakat Brebes mengenai KB bagi pria,
seperti kekhawatiran berkurangnya fungsi seksual dan ketakutan isteri terhadap
kesetiaan suami.
2. Pengetahuan
dan Kesadaran Pria masih Rendah
Di
Puskesmas Larangan Brebes maupun di Rumah Sakit DKT Pagongan, Kabupaten Tegal
para suami yang berminat menjadi peserta KB akan dibebaskan dari semua biaya.
Petugas KB juga siap menjemput maupun mengantar mereka menuju puskesmas atau
rumah sakit. Walaupun tenaga kesehatan telah memberikan kemudahan dalam
pelayanan KB bagi pria namun angka partisipasi masih rendah yaitu sekitar 1,5%
dari presentase yang diharapkan sebesar 3%. Rendahnya partisipasi pria dalam
ber-KB dipengaruhi oleh:
a. Kurangnya
informasi (KIE) tentang metode kontrasepsi pria.
b. Terbatasnya
jenis kontrasepsi pria yang ada.
c. Banyaknya
rumor yang berkembang negatif tentang kontrasepsi pria. Diantaranya adalah
persepsi alat kontrasepsi yang mengurangi kepuasan hubungan seksual. Persepsi
budaya yang negatif bahwa keluarga berencana pria hanya untuk pria yang
melakukan hubungan seksual di luar nikah. Persepsi istri/keluarga terutama
terhadap vasektomi, mahalnya pelayanan vasektomi, dan kurangnya minat pria.
3. Keterbatasan
Penerimaan dan Aksestabilitas terhadap Pelayanan KB
KIE yang dilakukan lebih banyak pada sasaran perempuan.
a. Terbatasnya
pilihan cara dan metode KB pria yaitu kondom dan MOP/Vasektomi.
b. Keterbatasan
penerimaan dan aksesibilitas terhadap informasi dan pelayanan KB.
c. Media KIE,
konseling yang tersedia, informasi yang diberikan petugas dan tempat pelayanan
masih bias gender. Konseling membantu akseptoragar dapat dengan mantap membuat
keputusan sendiri untuk mengikuti program KB dan Kesehatan Reproduksi.
d. Terbatasnya
cakupan promosi/KIE partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi karena
dukungan dana terbatas.
e. Masih
minimnya penggunaan media elektronik (radio, TV) sebagai media promosi KB pria.
f. Penelitian
terhadap kontrasepsi baru pria (suntik KB pria) sampai saat ini belum
menunjukkan hasil.
g. Minimnya
petugas kesehatan terutama petugas KB pria dan terbatasnya pengetahuan dan
kemampuan para pengelola, kader dalam melakukan KIE KB pria.
Jenis-Jenis Alat Kontrasepsi Pria
1. Kondom
Merupakan selubung atau sarung
karet yng dapat terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastic
(vinil), atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis saat berhubungan
seksual. Kondom merupakan salah satu alat kontrasepsi pria yang paling mudah
dipakai dan diperoleh baik di apotek maupun di took - toko obat dengan berbagai
merek dagang.
Fungsi kondom:
a. Sebagai
alat KB
b. Mencegah
penularan PMS termasuk HIV/AIDS
c. Membantu
pria atau suami yang mengalami ejakulasi dini
Kelebihan Kondom:
a. Efektif
sebagai alat kontrasepsi bila dipakai dengan baik dan benar
b. Dapat
mencegah kemungkinan penularan penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS
antara suami istri
c. Mudah
dibawa
Kekurangan
Kondom
a. Kadang-kadang
pasangan ada yang alergi terhadap bahan karet kondom
b. Kondom
hanya dapat dipakai satu kali
c. Secara
psichologis kemungkinan mengganggu kenyamanan
d. Kondom
yang kedaluarsa mudah sobek dan bocor
2. Vasektomi
Vasektomi
adalah suatu prosedur klinik yang dilakukan untuk menghentikan kapasitas
reproduksi pria dengan
jalan melakukan oklusi vasa deferensia
sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilitas (penyatuan
ovum) tidak terjadi. Tindakan mengikat atau memotong saluran mani sehingga
waktu bersenggama tidak akan mengakibatkan kehamilan.
Kelebihan
Vasektomi
a.
Efektivitas tinggi
untuk melindungi kehamialn
b.
Tidak ada kematian
dan angka kesakitannya rendah
c.
Biaya lebih murah,
karena membutuhkan satu kali tindakan saja
Kekurangan Vasektomi
a.
Masih memungkinkan
terjadi komplikasi (misal pendarahan, nyeri, dan infeksi
b.
Tidak melindungi
pasangan dari penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS.
c.
Pada orang yang
mepunyai problem psikologis dalam hubungan seksual, dapat menyebabkan keadaaan
semakin terganggu.
3. Sanggama Terputus
Senggama
terputus adalah metode keluarga berencana
tradisional mengeluarkan alat kelaminnya(penis) dari vagina sebelum pria
mencapai ejakulasi.
Kelebihan
Sanggama Terputus:
a.
Tanpa biaya
b.
Tidak perlu menggunakan
alat/ obat kontrasepsi
c.
Tidak perlu
pemeriksaan medis terlebih dahulu
d.
Tidak berbahaya
bagi fisisk
e.
Mudah diterima
f.
Dapat dilakuakn
setiap saat tanpa memperhatikan masa subur maupun tidak subur
Kekurangan Senggama
Terputus
a.
Memerlukan kesiapan
mental pasangan suami istri
b.
Memerlukan
penguasaan dir yang kuat
c.
Tidak melindungi
pasangan dari penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS
(Ekarini, 2008)
Upaya
Meningkatkan Partisipasi Pria dalam Ber-Kbdan Kesehatan Reproduksi
Dalam grand
strategi BKKBN (2004) terdapat strategi dalam meningkatkan partisipasi pria
dalam KB dan Kesehatan Reproduksi, antara lain:
1.
Penggarapan
wilayah
Dimaksudkan untuk memberikan fokus sasaran
agar penyelenggaraan peningkatan partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan
Reproduksi dapat dilaksanakan secara optimal, efektif, dan efisien.Penggarapan
wilayah dikembangkan menjadi stategi khusus yaitu pertamapemanfaatan
data dan informasi,kedua keberpihakan pada keluarga rentan, dan ketiga
perhatian pada segmen khusus (pria).
2. Advokasi
Dimaksudkan
untuk mendapat dukungan dari pengambil keputusan dari berbagai tingkatan di
wilayah kerja masing-masing.Tahapan yang dilakukan yaitu pertama penggalangan
mitra dengan pembentukan atau menghimpun kekuatan baik perorangan maupun
organisasi, kedua kerjasama dengan media masa sehingga menghasilkan
kebijakan yang mendukung pelaksanaannya.
3. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Dimaksudkan
untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku stake holders (PUS,
Provider, Pengambil Keputusan) tentang partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan
Reproduksi. Langkah langkah yang dikembangkan antara lain:
a. Pemosisian
citra pria ber KB
Menanamkan citra
bahwa pria ber KB adalah pria yang bertanggung jawab dalam keluarga, dan
memperoleh manfaatnya baik secara ekonomis maupun kesehatan.Meningkatkan
kesertaan KB Pria berarti merubah pengetahuan sikap dan perilaku dari yang
sebelumnya tidak atau belum mendukung KB Pria menjadi mendukung dan
mempraktekkannya sebagai peserta.Mereka yang tadinya menganggap bahwa KB adalah
urusan perempuan harus bergeser ke arah anggapan bahwa KB adalah urusan serta
tanggung jawab suami dan isteri (Kaniaulfa, 2012).
b. Promosi
Menginformasikan,
mempengaruhi, sikap dan perilaku positif PUS dan provider, kontrasepsi pria,
dan tempat pelayanan KB. Promosi melalui media massa, langsung petugas dengan
klien, publisitas dan komunikasi dari mulut ke mulut. Meningkatkan peran
Institusi Masyarakat (Kelompok KB, IMP, PKK) dalam KIP/Konseling partisipasi
pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi.
c.
Harga (kemandirian)
Menginfokan kepada PUS dan provider, dan
pengambil kebijakan tentang biaya yang dikeluarkan dapat dipahami dan
memberikan makna.
d.
Saluran distribusi
Mendekatkan
tempat pelayanan, suasana tempat pelayanan, kontak petugas, tandapetunjuk, dan informasi
harga.Mengembangkan tempat pelayanan KB pria yang berkualitas, penyediaan
fasilitas pelayanan dan alat kontrasepsi sesuai dengan kebutuhan,
4.
Pelayanan
a. Keterjangkauan
fisik
Tempat pelayanan
lebih mudah dijangkau oleh masyarakat khususnya pria. Mekanisme pendistribusian
kondom berbasis masyarakat (IMP, Kelompok KB pria, PKK), pelayanan di tempat
kerja, Tim Mobil Kontap, dan Vending Machine Kondom.Petugas KB memberikan konseling
kepada akseptor untuk memilih metode kontrasepsi yang akan digunakan dan
disukai. Pada umumnya kaum bapak tidak dapat mengungkap kontrasepsi mana yang
paling mereka sukai untuk dipakai oleh isteri maupun ia sendiri karena
ketidaktahuannya. Maka priamemerlukan tenaga medis pria yang didukung oleh TOGA
baik dalam hal KIE dan pelayanan medis.Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan
kelancaran komunikasi antara pemberi pelayanan dengan akseptordan tidak merasa
sungkan atau malu.
b. Keterjangkauan
ekonomi
Agar biaya dapat
dijangkau oleh akseptor, karena menjadi bagian yang penting. Meliputi uang,
waktu, kegiatan kognitif dan upaya perilaku serta nilai yang akan diperoleh
akseptor. Untuk pelayanan gratis atau subsidi perlu dipertimbangkan biaya
pelayanan dan biaya akseptor.
c. Keterjangkauan
psikososial
Meningkatkan
penerimaan partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi secara sosial dan
budaya oleh masyarakat, pengambil kebijakan, toma, dan toga.
d. Keterjangkauan
pengetahuan
Agar pria bisa
memperoleh pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi melalui iklan dan media
informasi termasuk papan tanda klinik.
e. Keterjangkauan
administrasi
Agar ketetapan
administrasi medis dan peraturan yang berlaku pada semua aspek pelayanan berlaku
untuk pria dan perempuan.
5.
Pengembangan SDM
Peningkatan
pengetahuan dan keterampilan dari pengelola, pelaksana, dan kader sebagai provider
yaitu melalui orientasi dan pelatihan tentang KB dan Kesehatan Reproduksi.
a. Upaya yang
dilakukan di dalam BKKBN sendiri yaitu Kreativitas pegawai, Sinergi antar
unitatau individu, dan Pemberian tanggung jawab.
b. Mitra kerja
yang terdiri dari dokter, bidan, perawat, Kader, Kelompok KB, IMP
maupunorganisasi kemasyarakatan (LSOM/LSM, sektor dan organisasi profesi dalam
peningkatanpartisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi. Usaha yang
dilakukan melaluibenchmarking atau membandingkan kinerja BKKBN disatu
wilayah dengan wilayah lainnya,magang, dan kemitraan.Peranan Petugas Konseling
adalah membantu akseptor KB memahami dirinya, hambatanyang ada pada dirinya dan
bila diperlukan membantu dalam proses pembuatan keputusanmelalui berbagai
pertimbangan yang obyektif. Menurut Sumpeno (2009) ada sepuluh halyang perlu
diperhatikan sebagai provider KB (fasilitator) agar pendampingan berjalan
secaraefektif, yaitu: Menghayati kebutuhan masyarakat; Menyadari kekuatan diri;
Bekerja dengan penuh tanggung jawab; Menikmati tugas; Kebanggaan atas kinerja;
Menyesuaikan diri;Menetapkan prioritas; Berkolaborasi; Positive believing; dan
Belajar.Dari penjelasan grand strategi di atas dapat dikembangkan penerapannya
oleh Penyuluh KBdan Kader KB dengan menyesuaikannyamelaui hasil pemetaan
wilayah, analisis kekuatan, kelemahan dan kekuatan dan ancaman yang ada,
sehingga partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksidapat terlaksana
dengan baik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Keluarga Berencana menurut WHO
(World Health Organisation) adalah tindakan yang membantu individu atau
pasangan suami isteri untuk : (1) mengindari kelahiran yang tidak diinginkan,
(2) mendapatkan kelahiran yang diinginkan, (3) mengatur interval diantara kelahiran,
(4) mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri,
(5) menetukan jumlah anak dalam keluarga. Jenis- jenis alat kontrasepsi antara
lain: kondom, vaksetomi dan sanggama terputus.
Hal- hal yang
mempengaruhi tingkat partisipasi pria dalam ber-KB antara lain kondisi
lingkungan sosial dan budaya, pengetahuan dan kesadaran pria masih rendah serta
keterbatasan penerimaan dan Aksestabilitas terhadap pelayanan KB.
Dalam upaya
meningkatkan partisipasi pria dalam ber-Kb dapat dilakukan strategi antara
lain: penggarapan wilayah, advokasi, komunikasi informasi dan edukasi (KIE),
serta pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA
Anna, Lusia Kus. 2008. “Rendah, Partisipasi
Pria di Brebes Ikut KB”, Kompas 18
Januari.
Anggraini, Y. & Martini, 2012, Pelayanan Keluarga Berencana, Yogyakarta:
Rohima Press
BKKBN,
2003.PeningkatanPartisipasi Pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi di
Indonesia.
BKKBN. 2005. Peningkatan Partisipasi Pria dalam KB & KR. Jakarta:
BKKBN.
BKKBN. 2009. Jumlah Peserta KB Aktif. Jakarta: BKKBN.
Budisantoso, Saptono Imam. 2009. “Partisipasi Pria Dalam
Keluarga Berencana Di Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul”. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia.Vol.4 No.2:104
Damaiyanti, Endah Dwi dan Tri Oktaf Kurniawati. 2016. Upaya Penyuluh Kb (PKB) Dan
Kader Kb Terhadap Peningkatan Partisipasi Pria Dalam Kb dan Kesehatan
Reproduksi di Kecamatan Kamal Kabupaten BangkalanTahun 2016. Seminar
Nasional Gender & Budaya Madura Iii Madura: Perempuan, Budaya &
Perubahan.http://lppm.trunojoyo.ac.id/budayamadura/download, diakses pada tanggal 30 November 2016.
Ekarini, Sri Madya Bhakti.2008. “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Terhadap Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Selo Kabupaten
Boyolali”, Tesis, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Undip.
Hartanto, Hanafi.,2004, “Keluarga Berencana
dan Kontrasepsi”, Jakarta: Pustaka sinar harapan
Komang, Gede. 2014. Partisipasi Kelompok KB Pria Dalam Mewujudkan
Keluarga Kecil dan Bahagia di Desa Julah - Kab.Buleleng. http://kbpp.bulelengkab.go.id/index.php/baca-artikel/533/Partisipasi-Kelompok-KB-Pria-Dalam-Mewujudkan-Keluarga-Kecil-dan-Bahagia-di-Desa-Julahmin-Kab.Buleleng-, diakses pada tanggal 30 November 2016.
Musafaah dan Frieda Ani Noor. 2012. “Faktor Struktural Keikutsertaan
Pria dalam Ber-Keluarga Berencana (KB) di Indonesia (Analisis Data SDKI 2007)”.
Bul. Penelit. Kesehatan. Vol. 40 No.
3 154-161.
Nabi, Gullam,
Muhammad Amin, Riaz Akhtar, and Muhammad Younas. 2015. An Update on Male
Contraseption. Journal of Biology and
Life Science, Vol. 6 No. 1 : 15 - 28
Sulistyowati, Ari. 2011. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Salemba
Medika.
Suryono, A. 2008.Pasangan Suami Istri dalam Meningkatkan Partisipasi KB
Pria.http://prov.bkkbn.go.id/jateng/articledetail.php?aid=15, diakses pada tanggal 30 November 2016.