TUGAS
TERSTRUKTUR
KOMUNIKASI
INFORMASI DAN EDUKASI
“PELATIHAN
PROGRAM PIKET PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) BERGILIR PADA KADER - KADER
UNTUK MENCEGAH PENYAKIT DBD DI KELURAHAN GAJAHMUNGKUR, SEMARANG”
Kelompok
: 2
Edi Krisnanto G1B013008
Dinda Syifa G1B013081
Rimasanta Tartidemasi I1A015026
Zahratun Nisa Andriani I1A015031
Sasmita Dwi Ramadhani I1A015055
Linda Rossita Wanti I1A015073
Safna Malikha Augustin I1A015091
Muhammad Fajri Adhianto I1A015107
KEMENTERIAN
RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN
KESEHATAN MASYARAKAT
2016
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
P-Process merupakan
salah satu unsur dalam komunikasi kesehatan. P-Process merupakan sebuah tahapan
dari sebuah perencanaan program kesehatan. Di mana program ini bertujuan untuk
meningkatkan sikap, pengetahuan, dan tindakan dari masyarakat. Sebagai contoh
dalam melakukan sebuah penyuluhan. Meskipun penyuluhan yang dilakukan hanya
sederhana, tetap diperlukan sebuah perencanaan dengan tujuan agar kegiatan
penyuluhan yang dilakukan akan berjalan sesuai dengan harapan. Selama ini
P-Process telah memberikan kerangka kerja yang mantap dan mudah diterapkan
untuk pengembangan strategi, pelaksanaan proyek, bantuan teknis, pembangunan
institusi dan pelatihan. Kerangka kerja ini digunakan secara bersama sebagai
panduan bagi bermacam-macam stakeholder yang terlibat dalam perancangan dan
perwujudan program komunikasi kesehatan strategis.
P-Process adalah kunci
untuk mendesain strategi-strategi komunikasi yang berhasil untuk memperkuat public health bahkan skala dunia. Telah
digunakan di seluruh dunia, di banyak negara, untuk mendesain program
komunikasi kesehatan sejak 1982, P-Process yang lama telah direvisi untuk meraih
tujuan baik tujuan ‘Health Communication’
secara khusus maupun seluruh perubahan di ranah bidang garap komunikasi
strategis umum dalam dekade terakhir.
Tahapan-tahapan dalam
p-proses terdiri dari (1) Analisis. Pada tahap pertama dalam P-Process adalah
analisis pada tahap ini dinilai situasi yakni
bagaimana pengaruh dari faktor
determinan dan penyebab dari masalah. Dalam analisa awal kita
berusaha mencari kebutuhan target sasaran dan prioritas mana yang akan dicapai
dalam program yang akan kita kembangkan. (2) Desain strategi program atau project komunikasi selalu memerlukan
desain strategi dengan langkah langkah yang telah ditentukan agar dapat terlaksana dengan efektif. (3) Pengembangan dan uji coba
media mengembangkan konsep material dan pesan harus menggabungkan ilmu dan
seni, selain berdasarkan pada hasil tahap analisis dan desain strategi juga diperlukan kretifitas
untuk membangkitkan emosi
yang mampu
memotivasi sasaran. (4) Implementasi dan monitoring. Implementasi dan
monitoring digunakan untuk landasan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program
agar selalu dalam jalur yang telah dibuat, sehingga tidak terjadi pengembangan
yang akan mengakibatkan kerugian. (5) Evaluasi dan perencanaan ulang.
Evaluasi dilakukan untuk
mengukur seberapa bagus
capaian tujuan oleh program. Hal ini dapat untuk
menjelaskan apakah program ini berjalan secara efektif atau tidak. Hasil
evaluasi digunakan untuk perencanaan program selanjutnya.
Setiap tahun, kejadian
penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia cenderung meningkat pada
pertengahan musim penghujan sekitar bulan Januari, dan cenderung turun pada
bulan Februari hingga ke penghujung tahun. Sepanjang Januari 2016 Direktorat
Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Kementerian Kesehatan mencatat
3.298 kasus DBD dengan jumlah kematian sebanyak 50 kasus di Indonesia.
Sementara di daerah KLB tercatat 492 kasus, 25 kasus diantaranya meninggal. KLB
terjadi di 11 Kabupaten/Kota di 7 Provinsi. Dalam penanganan DBD, peran serta
masyarakat untuk menekan kasus ini sangat menentukan.
Penyakit Demam Berdarah
Dengue disebabkan virus dan ditularkan lewat nyamuk merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, yang cenderung semakin luas
penyebarannya sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.
Seluruh wilayah Indonesia, mempunyai risiko untuk kejangkitan penyakit DBD
karena virus penyebab dan nyamuk penularnya (Aedes aegypti) tersebar luas, baik di rumah-rumah maupun di tempat
umum, kecuali yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.
Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit menular Terutama menyerang anak
ditandai dengan panas tinggi, perdarahan dan dapat menimbulkan renjatan dan
kematian DBD Termasuk salah satu penyakit yang dapat menimbulkan wabah.
Pemberantasan penyakit demam berdarah dengue pada dasarnya dilakukan sesuai
dengan pemberantasan penyakit menular pada umumnya, namun mengingat vaksin
untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum ditemukan, maka pemberantasan
penyakit demam berdarah dengue dilaksanakan terutama dengan memberantas nyamuk
penularnya. Untuk memberantas penyakit demam berdarah dengue diperlukan
pembinaan peran serta masyarakat guna mencegah dan membatasi penyebaran
penyakit. Pembinaan peran serta masyarakat dilaksanakan dengan penyuluhan dan
motivasi kepada masyarakat. Oleh karena itu pemberantasan penyakit demam
berdarah dengue dilaksanakan melalui kerjasama lintas program dan sektoral yang
dikoordinasikan oleh kepala wilayah/daerah.
B.
Tujuan
1. Menganalisis khalayak dan program
PSN
2. Membuat desain strategi program PSN
3. Mengetahui pengembangan konsep pesan
program PSN
4. Melakukan manajemen, pelaksanaan dan
pemantauan program PSN
5. Mengevaluasi dampak program PSN
6. Perencanaan ulang program PSN
C.
Manfaat
1. Mampu membuat program kesehatan
menggunakan metode P-Process.
2. Mampu melakukan riset di masyarakat.
3. Mampu mengoptimalkan pengunaan media
komunikasi, informasi, dan edukasi.
II.
PEMBAHASAN
A.
Analisis Khalayak dan Program PSN
1.
Latar
Belakang
Penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue
yang penyebarannya paling cepat di dunia. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Laporan World Health Organization (WHO) pada
tahun 2000 menunjukkan bahwa DBD telah menyerang seluruh negara di Asia
Selatan, Asia Tenggara, Australia, Amerika Utara, Tengah dan Selatan, Kepulauan
Pasifik, Caribbean, Cuba, Venuzuela, Brazil dan Afrika (Djunaedi, 2006).
Penyakit
akibat infeksi virus dengue ini telah
menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia dan bahkan sejak tahun 2001 telah
menjadi suatu penyakit endemik di beberapa kota besar dan kecil, maupun di
daerah pedesaan. Jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh Indonesia, kecuali
di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.
(Zulkarnaini, 2009). Hampir setiap tahun terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di
beberapa daerah yang biasanya terjadi pada musim penghujan, namun sejak awal
tahun 2011 sampai bulan Agustus 2011 tercatat jumlah kasus relatif menurun. DBD
pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya, dengan 48
penderita dan angka kematian atau Case
Fatality Rate (CFR) sebesar 41,3%. Program pencegahan dan pemberantasan DBD telah berlangsung
kurang lebih 43 tahun dan berhasil
menurunkan angka kematian dari 41,3%
pada tahun 1968 menjadi 0,87 % pada
tahun 2010, tetapi belum berhasil menurunkan angka kesakitan. Jumlah penderita cenderung meningkat, penyebarannya
semakin luas, menyerang tidak hanya
anak-anak tetapi juga golongan umur
yang lebih tua. Pada tahun 2011
sampai bulan Agustus tercatat 24.362 kasus
dengan 196 kematian (Kemenkes RI, 2011).
Peningkatan
dan penyebaran kasus DBD kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk yang
tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan
dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan
penelitian lebih lanjut (Kemenkes RI, 2010). Selain itu, terjadinya peningkatan
kasus DBD setiap tahunnya berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang
banyak tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Kondisi ini diperburuk dengan pemahaman masyarakat yang kurang tentang DBD dan
juga partisipasi masyarakat yang sangat rendah (Sofia, 2014).
Untuk
menaggulangi adanya KLB DBD dan menurunkan faktor resiko munculnya penyakit DBD
maka diadakan suatu program pemberdayaan masyarakat yaitu piket pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) bergilir yang melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Partisipasi aktif dari seluruh masyarakat sangat mendorong perubahan perilaku
untuk secara bersama-sama menjaga lingkungan di sekitarnya agar tidak menjadi
sarang nyamuk.
Berdasarkan
laporan kegiatan pemberantasan kasus DBD oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah tahun 2010, terdapat kasus DBD sebanyak 19.329 orang dengan jumlah
kematian 2038 orang, Incidence Rate (IR)
58, 1/100.000 penduduk, dan CVR 1,25% . Daerah di Provinsi Jawa Tengah yang
memiliki jumlah kasus DBD paling tinggi adalah Kota Semarang. Pada tahun 2010,
jumlah kasus DBD tercatat sebanyak 4.128 orang dengan jumlah kematian 37 orang,
IR 266,7/100.000 penduduk, dan CVR 0,9%. Pada tahun 2011, Kota Semarang menjadi
peringkat pertama di Jawa Tengah dengan kasus DBD paling tinggi. Penderita DBD
di Kelurahan Gajahmungkur pada bulan Januari - Desember tahun 2011 berdasarkan
rekam medik Puskesmas Pegandan berjumlah 49 orang (Winarsih, 2013). Oleh karena
itu, dibutuhkan
2.
Analisis
SWOT
Strengths:
a) Jumlah tenaga yang memadai.
b) Mudah dipantau.
c) Sarana dan prasarana yang memadai.
Weaknesses:
a) Terdapat beberapa ibu-ibu dawis yang
belum mendapat pelatihan.
b) Sumber dana yang kurang karena masih
mengandalkan swadaya dari masyarakat desa.
Opportunities:
a) Adanya penyuluhan dari dinas
kesehatan dan puskesmas di bagian kesehatan lingkungan dan promosi kesehatan
kepada kader yang akan melakukan piket tersebut.
Threats:
a) Rendahnya kesadaran masyarakat dalam
pencegahan dan penanggulangan DBD.
b) Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap
sanitasi lingkungan.
Tabel Strenghts, Weaknesses, Opportunity, dan Threats
Faktor
Kunci
Keberhasilan
Internal
Faktor
Kunci
Keberhasilan
Eksternal
|
Strengths (Kekuatan)
1.Jumlah tenaga yang memadai.
2.Sarana dan prasarana yang memadai.
|
Weaknesses (Kelemahan)
1.
Terdapat
beberapa ibu-ibu dawis yang belum mendapat pelatihan.
2.
Sumber
dana yang kurang karena masih mengandalkan swadaya dari masyarakat desa.
|
Opportunities
(Peluang)
1.
Adanya
penyuluhan dari dinas kesehatan dan puskesmas di bagian kesehatan lingkungan
dan promosi kesehatan kepada kader yang akan melakukan piket tersebut.
|
SO (upaya kooperatif)
1.
Optimalkan
jumlah tenaga dengan didukung penyuluhan dari dinas kesehatan dan puskesmas
di bagian kesehatan lingkungan dan promosi kesehatan.
2.
Optimalkan
sarana dan prasarana dengan memfasilitasi
kader dengan penyuluhan dari dinas kesehatan dan puskesmas di bagian
kesehatan lingkungan dan promosi kesehatan.
|
WO
1.
Optimalkan
tenaga ibu-ibu dawis yang belum mendapatkan pelatihan dengan mengikutsertakan
mereka dalam penyuluhan dari dinas kesehatan dan puskesmas di bagian
kesehatan lingkungan dan promosi kesehatan.
2.
Optimalisasi
dana yang ada sehingga dapat digunakan dengan baik untuk melakukan penyuluhan
dari dinas kesehatan dan puskesmas di bagian kesehatan lingkungan dan promosi
kesehatan.
|
Threats
(Ancaman)
1.
Rendahnya Kesadaran masyarakat dalam
pencegahan dan penanggulangan DBD.
2.
Kurangnya kepudulian masyarakat terhadap
sanitasi Lingkungan.
|
ST (keuntungan mobilitas)
1.
Optimalisasi
jumlah tenaga yang tersedia untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
pencegahan dan penanggulangan DBD.
2.
Optimalisasi
sarana dan prasarana sehingga dapat
meningkatkan kepedulian
masyarakat terhadap sanitasi lingkungan.
|
WT (status quo)
1.
Optimalkan
tenaga ibu-ibu dawis untuk mengurangi rendahnya kesadaran
masyarakat dan pencegahan
penanggulangan DBD.
2.
Optimalkan sarana dan prasarana untuk
meningkatkan kepedulian
masyarakat terhadap sanitasi lingkungan.
|
3.
Analisis
Masalah
a) Definisi Demam Berdarah
Demam
Berdarah Dengue adalah penyakit demam akut, terutama menyerang anak yang
disertai dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang dapat menyebabkan kematian serta
sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah. DBD merupakan penyakit
yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti
yang ditandai dengan demam mendadak,
tinggi, dan terus menerus yang berlangsung selama 2-7 hari disertai dengan
tanda perdarahan dikulit (Petechiae),
lebam (Ekimosi), perdarahan gusi,
epistaksis, muntah darah (Hematemesis),
dan atau melena (Suhardiono, 2005). Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue
dari virus Arbovius B, yaitu arthropod-borne virus atau virus yang
disebarkan oleh Arthropoda. Virus ini termasuk genus Flavivirus dari family Flaviviridae
(Widoyono, 2008).
b) Jumlah Kasus
Berdasarkan
laporan kegiatan pemberantasan penyakit DBD oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah tahun 2010,terdapat kasus DBD sebanyak 19.329 orang dengan jumlah
kematian 238 orang, Incidence Rate
(IR) 58,1 per 100.000 penduduk, dan CFR 1,25%. Daerah di Propinsi Jawa Tengah
yang mempunyai jumlah kasus DBD paling tinggi adalah Kota Semarang. Pada tahun
2010, jumlah kasus DBD tercatat sebanyak 4.128 orang dengan jumlah kematian 37
orang, IR 266,7 per 100.000 penduduk, dan CFR 0,9%. Pada Tahun 2011 Kota
Semarang menjadi peringkat pertama di Jawa Tengah dengan kasus DBD paling
tinggi (Winarsih, 2013).
c) Pencegahan dan Pengendalian DBD
Sembel
(2009) menyatakan Pencegahan dan Pengendalian Nyamuk untuk penyakit DBD adalah
sebagai berikut:
1) Pencegahan dan Pengendalian Nyamuk
Pencegahan
penyakit demam berdarah secara konvensional melalui program kebersihan
lingkungan.
2) Pengendalian dengan Cara Sanitasi
Program yang
dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan RI ialah
menguras, menimbung, dan mengubur (3M+).
3) Pengendalian Cara Mekanik
Pengendalian
DB dengan cara mekanik yaitu mencegah gigitan nyamuk dengan memakai pakaian
yang dapat menutupi se;uruh bagian tubuh, kecuali muka dan penggunaan net atau
kawat kasa di rumah-rumah.
4) Pengendalian dengan Insektisida
Pengendalian
dengan mengeliminasi atau menurunkan populasi nyamuk-nyamuk vektor seperti Aedes aegypti dan Ae. Albopictus.
5) Penggunaan Zat Penolak Serangga
Obat penolak
yang saat ini direkomendasikan adalah yang mengandung DEET sebagai ingredian aktif yang dapat
menolak nyamuk, tungau atau caplak, dan artropoda lainnya apabila dioleskan
pada kulit atau pakaian.
6) Pengendalian Hayati
Isolasi
patogen mikroba pada jentik-jentik nyamuk. Menurut Soedarto (2007), menyatakan
pengobatan virus dengue tidak ada obat yang spesifik untuk memberantasnya.
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi akibat perdarahan atau syok dan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh penderita serta terapi simptomatis untuk
mengurangi gejala dan keluhan penderita.
Dari Laporan Dinas Kesehatan Kota Semarang, Demam Berdarah
Dengue merupakan penyakit endemis di wilayah Kota Semarang, untuk itu
diperlukan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular untuk menurunkan
risiko penularan dan kejadian penyakit. Kota Semarang merupakan kota dengan
jumlah kasus DBD tertinggi kedua di Indonesia. Sedangkan Propinsi Bali sebagai
peringkat pertamanya. Pada Tahun 2011 mulai bulan Januari - Desember
menunjukkan data kasus DBD di Kota Semarang sebesar 1.350 penderita dengan 10
kasus meninggal (Winarsih, 2013).
Puskesmas Pegandan merupakan
Puskesmas Induk di Kecamatan Gajahmungkur dan mempunyai satu Puskesmas Pembantu
(Pustu) yaitu Puskesmas Pembantu Gajahmungkur yang mulai melakukan pelayanan 25
April 2010 serta bukan puskesmas perawatan. Berdasarkan laporan hasil
rekapitulasi Puskesmas Pegandan, penderita DBD Kecamatan Gajahmungkur pada
tahun 2011 menunjukkan jumlah sebesar 111 kasus, dan menurut data sepuluh besar
IR DBD tingkat kelurahan menunjukkan bahwa Kelurahan Gajahmungkur yang berada
di wilayah kerja Puskesmas Pegandan menduduki peringkat pertama dengan jumlah
49 kasus. Dengan banyaknya kasus DBD di Kecamatan Gajahmungkur maka diperlukan
adanya program Komunikasi Informasi dan Edukasi Kesehatan yang dapat menurukan
angka kesakitan dan kematian akibat DBD (Winarsih, 2013).
d) Dampak
Menurut Soedarto (2007), Dengue dapat menyebabkan demam, anoreksia,
nyeri punggung, nyeri tulang dan sendi, rasa lemah dan nyeri kepala dapat
menyertainya. Penderita Demam Berdarah Dengue biasanya mengalami perdarahan
pada hari ke dua dari demam, yang terutama terjadi pada kulit yang mudah
dilihat melalui uji turniket yang
positif. Perdarahan juga mudah terjadi di tempat vena pungsi. Bentuk perdarahan
dapat berupa petekia dan purpura, namun juga terjadi epistaksis dan
kadang-kadang perdarahan gungsi, hematemesis dan melena. Keluhan nyeri perut
yang hebat merupakan tanda-tanda akan terjadinya perdarahan gastrointestinal
dan syok. Pada permulaan dari demam, biasanya terjadi hepatomegali yang
kemudian akan diikuti terjadinya syok, yang terjadi pada hari ketiga sejak
sakitnya penderita.
e) Sasaran
Sasaran dari program ini adalah masyarakat
pada umumnya di kecamatan Gajah Mungkur terutama penduduk yang bertempat
tinggal di lingkungan yang padat penduduk dengan sanitasi yang buruk.
f) Meninjau Khalayak yang Potensial
Kecamatan Gajah
Mungkur terdiri dari 8 kelurahan yaitu Sampangan, Bendan Duwur, Karangrejo,
Gajah Mungkur, Bendan Ngisor, Petompon, Bendungan dan Lempongsari. Kecamatan
Gajah Mungkur memiliki wilayah yang terdiri dari daratan bukan pesisir, dengan
ketinggian rata-rata mencapai antara 100 - 200 m di atas permukaan air laut,
dan relatif datar. Luas Kecamatan Gajah Mungkur 764,98 Hektar. Pertumbuhan
penduduk di Kota Semarang khususnya di Kecamatan Gajah Mungkur adalah 63.182
dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 82,59 jiwa per km², sedangkan jumlah KK sebesar 14,854. Kondisi
pemukiman di Kecamatan Gajah Mungkur termasuk dalam pemukiman padat, hal
tersebut dikarenakan semakin padatnya penduduk yang ada di Kecamatan Gajah
Mungkur, namun yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan pemukiman adalah
faktor pertumbuhan penduduk meliputi kelahiran, migrasi masuk, dan jumlah
kepala keluarga terus bertambah sehingga menyebabkan pemukiman semakin padat
(Riyanto dan Sriyono, 2014).
Kecamatan Gajah
Mungkur menjadi daerah tujuan penduduk pendatang untuk memilih tinggal menetap.
Hal ini dikarenakan Kecamatan Gajah Mungkur terdapat sejumlah sarana prasarana
yang lengkap seperti sarana pelayanan kesehatan klinik 24 jam 7 buah,
laboratorium 2 buah, BPS 15 buah, apotek 10 buah, klinik kecantikan 1 buah,
dokter hewan 1 buah, dokter kulit 1 buah, Rumah Sakit 3 buah, dan Rumah
Bersalin 2 buah. Struktur pemerintahan di Kecamatan Gajah Mungkur sudah bagus
dan tertata yaitu dengan adanya perangkat Kelurahan, RT, RW, dan Dasa Wisma,
Hansip dan adanya Pegawai Negeri Sipil (PNS). Fasilitas pendidikan mulai dari
jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Dari sektor
pertanian juga tersedianya ternak dan unggas, adanya industri sarana angkutan
serta sarana komunikasi dan informasi.
g) Lembaga atau Organisasi Potensial
yang Mendukung Program
Dalam menjalankan program KIE tentunya
dibutuhkan lembaga atau organisasi yang mendukung berlangsungya program
tersebut, organisasi yang tersedia di Kecamatan Gajang Mungkur di antaranya
yaitu Kelurahan, Puskesmas, Posyandu, PKK dan Dasa Wisma.
h) Sumber Daya KIE
Dengan tersedianya
pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan Posyandu dapat dilaksanakan kegiatan
untuk mendukung program tersebut, seperti fogging, abatiasasi selektif,
pemberantasan terpadu dan promosi kesehatan. PSN secara lintas sektor dengan mengikutsertakan
peran aktif masyarakat secara rutin dan berkesinambungan.
B.
Desain Strategi Program PSN
1. Tujuan Umum dan Khusus
a) Tujuan Umum:
Mencegah
timbulnya penyakit Demam Berdarah Dengue & terciptanya kesadaran masyarakat
tentang kebersihan lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat
b) Tujuan Khusus:
1) Memutus rantai perkembangan nyamuk.
2) Mencegah timbulnya penyakit DBD.
3) Menciptakan lingkungan desa yang
bersih sehingga meminimalisir faktor resiko timbulnya DBD.
2. Khalayak Sasaran
Kader- kader
perwakilan dari setiap RT di Kelurahan Gajahmungkur yang merupakan tempat
endemis DBD.
3. Pemilihan Media
a) Menggunakan below the line yaitu membuat buku panduan tentang program PSN
berisi tata cara Pemberantasan Sarang Nyamuk.
b) Slide untuk memproyeksikan program
dengan bantuan slide proyektor.
c) Kalender bergambar untuk menandai jadwal piket
PSN di Kelurahan Gajahmungkur.
d) Benda asli untuk menyampaikan
informasi agar lebih jelas, seperti : senter, abate, ember beserta tutupnya
yang berisi air.
4. Dukungan dan Penguatan Interpersonal
Advokasi
dengan kepala Kelurahan Gajahmungkur untuk persetujuan pelatihan program piket
PSN dan bekerja sama dengan Puskesmas Pegandan.
5. Rencana Kegiatan
Pertemuan
|
Kegiatan
|
Waktu
|
Alat
dan Bahan
|
Penilaian
|
1.
|
Pemberian materi melalui pelatihan
dengan media slide kepada kader.
|
100 menit
|
Slide, Proyektor.
|
Banyaknya jumlah kader yang
mengikuti kegiatan tersebut.
|
2.
|
Demonstrasi untuk memperagakan
cara yang akan dilakukan dalam program
Pemberantasan Sarang Nyamuk.
|
150 menit
|
Buku Panduan, Abate, Senter,
Ember, Tutup ember, sampel air kolam
|
Masing-masing kader mampu
melakukan tata cara PSN dengan baik.
|
3.
|
Monitoring dan Evaluasi program
PSN
|
150 menit
|
Kalender Bergambar, Daftar piket.
|
Program berjalan sesuai dengan
perencanaan.
|
6.
Metode
KIE
Metode KIE
mengunakan ceramah melalui kegiatan penyuluhan dari Puskesmas Pegandan tentang
piket bergilir PSN kepada kader-kader yang akan melakukan piket tersebut.
7. Rencana Penilaian
Jangka panjang : tidak adanya kasus DBD sehingga meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Jangka
menengah : terselenggaranya PSN secara rutin
Jangka pendek :
tercukupinya sarana dan prasarana untuk kelangsungan program tersebut.
8.
Perencanaan
Anggaran
No.
|
Alat dan Bahan
|
Jumlah
|
Harga Satuan
|
Total
|
1.
|
Slide
dan Slide Proyektor
|
1
|
Sewa proyektor Rp 100.000/hari
|
Rp 100.000
|
2.
|
Buku
Panduan
|
40
|
40 x Rp. 10.000
|
Rp 400.000
|
3.
|
Kalender
Bergambar
|
40
|
40 x Rp 20.000
|
Rp 800.000
|
4.
|
Bubuk
Abate
|
5
|
5 x Rp 4000
|
Rp 20.000
|
5.
|
Kuesioner
|
40
|
2 x 40 x Rp 1000
|
Rp 80.000
|
6.
|
Ember
dan Penutup
|
5
|
5 x Rp 25.000
|
Rp 125.000
|
7.
|
Senter
|
5
|
5 x Rp 20.000
|
Rp 100.000
|
8.
|
Banner
|
1
|
1 x Rp 60.000
|
Rp 60.000
|
9.
|
Fee Pembicara
|
pembicara dari institusi pendidikan (1), dinas kesehatan (1)
dan puskesmas (1)
|
3 x Rp. 300.000
|
Rp 900.000
|
10.
|
Sertifikat
|
52 (40 kader + 9 penyuluh + 3 pembicara)
|
52 x Rp 2.000
|
Rp 104.000
|
11.
|
Plakat
Pembicara
|
3
|
3 x Rp 50.000
|
Rp 150.000
|
12.
|
Makan
Besar
|
50 (40 kader + 1 pembicara + 9 penyuluh)
|
50 x 3 x Rp 15.000
|
Rp 2.250.000
|
13.
|
Snack
Pembicara
|
3
|
3 x Rp 10.000
|
Rp 30.000
|
Total
Anggaran
|
Rp 5.119.000
|
C.
Pengembangan Konsep Pesan Program
PSN
1. Pesan Kesehatan Berisi Himbauan,
Informasi, Ajakan Pola Hidup Bersih dan Sehat
Informasi
yang diberikan kepada kader-kader di Kelurahan Gajahmungkur Kota Semarang
terkait dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) untuk diaplikasikan di
wilayahnya masing-masing. Memberikan himbauan tentang pencegahan kasus DBD
kepada kader sehingga informasi yang didapat dari pelatihan piket PSN dapat di
sebarluaskan ke masyarakat di wilayahnya. Ajakan untuk berpartisipasi aktif
dalam menerapkan program PSN di wilayahnya sehingga tercipta lingkungan yang
bersih dan sehat.
2. Melibatkan Berbagai Pihak
Disadari
bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor kesehatan saja,
tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait sangat besar. Oleh sebab
itu maka identifikasi stake-holders
baik sebagai mitra maupun pelaku potensial merupakan langkah awal dalam
menggalang, meningkatkan dan mewujudkan kemitraan. Dalam Program Piket PSN di
Kelurahan Gajahmungkur ini melibatkan berbagai sektor seperti:
a. Kepala Kelurahan untuk tujuan
advokasi.
b. Kader sebagai peserta.
c. Bagian Kesehatan lingkungan dan
Promosi kesehatan Puskesmas Pegandan sebagai pembicara.
d. Dinas Kesehatan Kota Semarang
sebagai pembicara.
e. Dosen Kesehatan Masyarakat Unsoed
sebagai pembicara.
f. Mahasiswa Kesehatan Masyarakat
Unsoed sebagai penyuluh.
3.
Instrumen
Evaluasi
Instrumen
evaluasi dilakukan menggunakan dua teknik yaitu pembagian kuesioner dan teknik
observasi. Pembagian kuesioner pada para kader diberikan sebelum dan sesudah
pelaksanaan pelatihan. Hal ini digunakan untuk melihat apakah ilmu yang didapat
dari pelatihan program piket PSN dapat meningkatkan pengetahuan para kader.
Instrumen
evaluasi yang kedua menggunakan teknik observasi, yaitu dilakukan oleh penyuluh
dengan melihat prevalensi kasus DBD di Kelurahan Gajahmungkur dan melihat di
setiap wilayah cakupan kader apakah ilmu yang diperoleh dari pelatihan sudah
diaplikasikan ke wilayah cakupannya.
4. Teknik Presentasi
Presentasi
dilakukan oleh pembicara dengan metode ceramah dibantu dengan media slide yang
sebelumnya di berikan buku panduan mengenai
materi pelatihan kepada audience sehingga audience dapat lebih memahami
informasi mengenai pelatihan secara rinci dengan melihat buku panduan dari
tayangan slide maupun dari penjelasan pembicara.
5. Demonstrasi
Demonstrasi dipandu oleh pembicara
dan penyuluh tentang langkah-langkah memberantas sarang nyamuk dengan cara
mengidentifikasi jentik nyamuk di tempat penampungan air, melakukan 3M+
(Menutup, Menguras, Mengubur), dan menaburkan bubuk abate.
D.
Manajemen, Pelaksanaan dan
Pemantauan Program PSN
1.
Pembinaan
Khalayak Potensial Didukung Pihak Terkait
Pembinaan
kader-kader sebagai khalayak potensial oleh pihak terkait meliputi, Kepala
Kelurahan, Pembicara baik dari Puskesmas Pegandan, Dinas Kesehatan Kota
Semarang, Institusi Pendidikan, serta dari penyuluh. Pembinaan itu berupa
terselenggaranya pelatihan kader, pengadaan sarana dan prasarana serta evaluasi
program piket PSN di Kelurahan Gajahmungkur sehingga tercapai tujuan mencegah
timbulnya penyakit Demam Berdarah Dengue dan terciptanya kesadaran masyarakat
tentang kebersihan lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat
2.
Sarana
dan Prasarana
Sarana dan Prasarana yang digunakan
pada program saat kegiatan yaitu Gedung Kelurahan Gajahmungkur dengan
perlengkapan persentasi meliputi (proyektor, slide, dan buku panduan),
perlengkapan demonstrasi meliputi (ember dan tutupnya, bubuk abate, sampel air
kolam ikan, senter, dan kalender bergambar).
E.
Evaluasi Dampak Program PSN
Indikator keberhasilan program ini
adalah dengan melihat adanya peningkatan pengetahuan dari kader-kader yang
mengikuti pelatihan PSN, pengaplikasian program PSN oleh para kader di wilayah
cakupannya, serta menurunnya prevalensi DBD di Kelurahan Gajahmungkur Kota
Semarang. Metode evaluasi ini menggunakan instrumen kuesioner, dan observasi,
Instrumen ini merupakan pendekatan mix
method (deskriptif kuantitatif) dengan analisis data menggunakan aplikasi
SPPS. Hasil dari evaluasi sebagai indikator keberhasilan program digunakan
sebagai acuan dalam pembuatan perencanaan ulang program PSN.
F.
Perencanaan Ulang Program PSN
Perubahan perencaan program PSN
sebelumnya dievaluasi dan hasilnya digunakan sebagai pedoman untuk melakukan
program berkelanjutan di tahun berikutnya, setelah evaluasi tersebut akan
terlihat sumber daya potensial yang dapat dioptimalkan semaksimal mungkin, hal
tersebut dapat digunakan untuk menutupi kekurangan dari program PSN ini. Sumber
daya potensial dilihat dari man,
material, money, machine, method.
a.
Man meliputi kader-kader yang aktif mengikuti
pelatihan, institusi kesehatan, institusi pendidikan serta pemerintah.
b. Material meliputi bahan atau barang yang
dijadikan sebagai salah satu sarana.
c. Money meliputi dana yang digunakan untuk
mengadakan pelatihan kepada kader-kader.
d. Machine meliputi alat-alat peraga yang
diperlukan saat pelatihan kader-kader dan pada saat kader-kader melaksanakan
tugasnya di lapangan.
e. Method meliputi metode yang digunakan saat
pelatihan agar kader-kader dapat lebih mengerti materi yang disampaikan.
Program piket PSN ini diawali dengan advokasi kepada Kepala
Kelurahan Gajahmungkur untuk pengusulan program tersebut yang bertujuan untuk
memberdayakan masyarakat melalui kader-kader yang telah diberi pelatihan.
Setelah mendapat informasi yang cukup dari pembicara dan penyuluh, para kader
diharapkan mampu memobilisasi masyarakat di wilayah cakupannya untuk
bersama-sama melaksanakan program piket bergilir PSN di Kelurahan Gajahmungkur
tersebut.
III.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Menganalisis
khalayak dan program PSN dengan pemberdayaan masyarakat melalui pengoptimalan
tenaga dan sarana prasarana dari masyarakat
2.
Desain
strategi program PSN melalui pengembangan konsep pesan program PSN yang kebih
mudah dipahami bagi kader
3.
Melakukan
tahapan yang sistematis dari proses manajemen, pelaksanaan dan pemantauan,
evaluasi, dan perencanaan ulang program PSN agar efektif dan efisien dalam
menciptakan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
B.
Saran
1. Program menggunakan metode P-Process
cocok untuk kasus yang memiliki data sekunder dengan jumlah banyak
2. Riset di masyarakat tidak hanya
menggunakan data sekunder tapi juga melalui pendekatan observasi secara
langsung.
3. Pengunaan media komunikasi,
informasi, dan edukasi sebaiknya dilakukan dengan menggunakan metode verbal dan
non-verbal.
Daftar Pustaka
Djunaedi,
D. 2006. Demam Berdarah Dengue:
Epidemiologi, Imunopatologi, Patogenesis, Diagnosis dan Penatalaksanaannya.
Malang: UMM Press.
Kemenkes
RI. 2010. Demam Berdarah Dengue. Buletin
Jendela Epidemiologi Vol.2 ISSN: 2087-1546.
Kemenkes
RI, 2011, Informasi Umum Demam Berdarah
Dengue, Jakarta: Kemenkes RI Ditjen
PP dan PL.
Sembel, D.T. 2009. Entomologi
Kedokteran. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Soedarto. 2007. Sinopsis Kedokteran Tropis. Surabaya: Airlangga University Press.
Sofia, Suhartono dan Nur Endah Wahyuningsih. 2014. “Hubungan
Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Kabupaten Aceh Besar”. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Vol.
13(1): 30-38.
Suhardiono. 2005. “Sebuah Analisis
Faktor Risiko Perilaku Masyarakat terhadapa Kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Kelurahan Helvetia Tengah, Medan, Tahun 2005”, Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia. Vol 1 (2): 50-65.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasan. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Winarsih, Sri. 2013. “Hubungan
Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku PSN dengan Kejadian DBD”. Unnes Journal of Public Health. Vol. 2
(1):1-9.
Zulkarnaini,
Siregar, Y.I, Dameria. 2009. “Hubungan Kondisi Sanitasi Lingkungan Dengan
Keberadaan Jentik Vektor Dengue di Daerah Rawan Demam Berdarah Dengue Kota
Dumai Tahun 2008”. Jurnal Ilmu Lingkungan
(online). Vol. 3(2).